Website counter

Minggu, 06 Februari 2011

Kucing Berkaki Tiga


Baca : II Samuel 9: 1 – 13
Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?" II Samuel 9 : 8

Sewaktu saya masih duduk di bangku kelas VI SD, almarhum papa saya memungut seekor anak kucing berkaki tiga yang berjalan tertatih-tatih di pinggir jalan. Rupanya induk kucing ini mati terlindas mobil dan anak kucing ini terlindas pula satu kaki belakangnya sampai putus. Karena kasihan, papa lalu membawanya ke rumah dan menyuruh saya merawatnya karena tahu saya suka kucing. Pada mulanya saya protes, kok ngasih anak kucing cacat, memangnya nggak ada kucing yang lain apa, yang sempurna. Papa tak banyak bicara dan hanya menyuruh saya tetap merawatnya. Hari demi hari saya berusaha telaten merawatnya, mengajaknya bermain-main dan mengelus-elusnya.

Melihat tingkah polah kucing ini, kadang saya menangis dan bertanya kepada papa, kok jahat bener sih orang yang menabrak kucing ini. Ketika kucing lain asyik mengejar tikus dengan lincah, kucing saya ini hanya bisa jalan terpincang-pincang. Ketika kucing lain begitu gesit memanjat, kucing saya ini harus susah payah memanjat. Sambil mengusap-usap kepala saya, papa berkata "Dari kekurangan kucing itulah Tuhan ingin kamu berempati kepada orang lain yang cacat." Perkataan itu selalu saya ingat sampai hari ini dan saya selalu berusaha untuk berempati kepada orang yang kurang sempurna secara fisik.

Keluarga yang dikasihi Tuhan, tak semua kita lahir dengan keadaan sempurna dan sehat. Ada saudara-saudara, teman, bahkan mungkin diri kita sendiri mengalami cacat fisik. Respon seseorang saat melihat orang cacat biasanya hanya kasihan, namun tidak melakukan tindakan apapun. Tuhan tak ingin kita hanya sekadar kasihan, namun belajar berempati. Kisah Daud mengasihi Mefiboset kiranya membantu kita untuk mau berempati kepada orang-orang yang cacat secara fisik. Daud mengasihi Mefiboset dengan tulus karena dia sadar bahwa Tuhan pun sudah mengasihinya secara berlimpah-limpah, sehingga Daud pun membagikan kasih itu kepada banyak orang. Daud tidak merasa rugi mencukupkan segala kebutuhan Mefiboset dan tidak malu makan bersama orang cacat, karena Daud memiliki empati. Mau berempati adalah salah satu tanda kita mempraktekkan kasih. Berempatilah kepada orang-orang cacat yang Tuhan tempatkan disekitar Anda karena dari merekalah Anda mengerti apa arti mengasihi yang sejati. • Richard T.G.R

Catatan           : Renungan ini dimuat di RHK Aletea – Jumat, 25 February 2011
Pertanyaan     : Sudahkah aku menjadi seseorang yang memiliki empati?
Aplikasi          : Berempatilah kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan
Doa                 : Tuhan, ajarilah aku supaya saling berbagi dengan sesamaku. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar