Website counter

Sabtu, 29 Mei 2010

Hidup dengan "Hydrocephalus"

By : Lusiana Indriasari

Selain duduk di kursi roda, sekilas tidak ada yang berbeda dengan Gevin Hartono (17). Remaja ini tampak ceria, ramah, pandai bermain "keyboard", dan pintar berbahasa Inggris. Sebuah selang kecil tertanam di bagian belakang kepalanya. Selang itu dipasang sejak Gevin berumur 40 hari setelah anak pertama dari Frangky Hartono (48) dan Liana Purwanegara (46) itu dilahirkan. Ketika hamil Gevin, dokter menemukan kelainan pada kandungan Liana yang sudah memasuki usia 7 bulan. Berdasarkan USG, dokter menyatakan bayi yang dikandung Liana mengalami ketidaksempurnaan dalam pembentukan ruas tulang belakang (spina bifida). Salah satu dampak dari kelainan itu, Gevin mengalami kelainan bawaan lainnya, yaitu hydrocephalus. Kelainan ini menyebabkan cairan otak Gevin tidak bisa dibuang ke rongga perut. Pada kasus Gevin, saluran untuk membuang cairan otak itu juga tidak terbentuk. Akibatnya, kepala anak sulung Frangky ini terus membesar dan otaknya tertekan oleh cairan tadi.

Untuk membuang cairan otak, dokter memasang selang kecil (shunting) dari otak ke rongga perutnya. Menurut Frangky, seharusnya selang harus dipasang 24 jam setelah bayi lahir. Namun, karena waktu itu ia kesulitan mendapat dokter yang tepat, selang baru dipasang setelah Gevin berusia 40 hari. Otak Gevin sudah terlanjur cidera akibat tekanan cairan otak. Namun, orangtua Gevin tidak menyerah. Setelah selang dipasang, Gevin yang mengalami kelumpuhan di tubuh bagian bawah terus dilatih orangtuanya. Umur 2 tahun Gevin sudah mengenal abjad dan pada usia 3 tahun ia mulai belajar bahasa Inggris. Gevin juga belajar main keyboard untuk melatih motorik halusnya. Ayahnya memasukkan Gevin ke sekolah biasa sejak ia masih TK hingga sekarang sudah bisa duduk di kelas II SMA sekolah swasta di Semarang, Jawa Tengah. Sejak 1998, keluarga Franky pindah dari Jakarta ke Semarang, Jawa Tengah. "Untuk pelajaran yang memakai logika, seperti Matematika, Gevin merasa pusing. Namun untuk pelajaran bahasa dan musik, dia senang sekali," kata Frangky.

Serupa dengan Gevin, Stefanus Haryono (23) atau Yono yang tinggal di panti asuhan cacat ganda Bhakti Asih, Semarang, sudah bisa hidup mandiri meski ia mengalami hydrocephalus. Yono dibiayai panti asuhan untuk pemasangan selang ketika umurnya masih 6 bulan. Meski Yono tidak bisa sekolah biasa karena ia selalu pusing jika harus konsentrasi terlalu lama, pemuda ini memiliki banyak keterampilan, seperti membuat gantungan kunci, hiasan dari manik-manik, membuat pigura dan kap lampu. Yono menjual hasil kerajinannya di acara-acara bazar atau kegiatan di panti-panti asuhan. Teknologi shunting membuat hidup Gevin dan Yono yang mengalami hydrochephalus menjadi lebih berkualitas. Meski keduanya memiliki keterbatasan, Gevin dan Yono tetap bisa menjalani hidup normal hingga mereka dewasa. Namun, banyak anak-anak hydrochephalus tidak seberuntung Gevin dan Yono. Tingginya biaya pemasangan shunting, yaitu sekitar Rp 7 juta sampai Rp 15 juta (termasuk biaya perawatan di rumah sakit), membuat anak-anak dari kalangan tak mampu terlambat mendapatkan pertolongan. Tanpa shunting, cairan otak di kepala terus mendesak otak hingga menyebabkan kecacatan.

"Sebelum ada shunting, anak yang terlahir dengan hydrochephalus tidak memiliki harapan hidup karena sudah digugurkan sebelum ia lahir," kata dr Mochammad Amanullah, dokter RS Elizabeth Semarang yang menjadi relawan pelayanan kasih hydrochephalus di Semarang. Hydrochephalus memang kerap terjadi pada bayi, tetapi juga tidak menutup kemungkinan terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa. Pada bayi penyebabnya antara lain karena kelainan bawaan; infeksi otak atau selaput yang disebabkan kuman toksoplasma, meningitis, atau tuberkolosis. Sedangkan pada anak-anak atau orang dewasa bisa disebabkan benturan, tumor; dan pendarahan otak. Untuk memasang shunting, dokter harus lebih dulu memeriksa kondisi otak anak hydrochephalus. "Kalau otaknya sudah kecil atau rusak, operasi pemasangan shunting tidak ada gunanya lagi," ungkap Amanullah. Sebaliknya, apabila otaknya belum rusak anak hydrochephalus bisa tumbuh normal seperti anak lainnya.

Orangtua yang memiliki anak hydrochephalus memang mengalami tekanan sosial yang luar biasa dari lingkungannya. Mereka tidak hanya dicibir atau diolok-olok, tetapi terkadang juga dituduh pernah menjalani perilaku tidak pantas sehingga melahirkan anak-anak dengan kepala membesar. Tri Handayani (33), warga Desa Krasak, Kabupaten Jepara, harus menahan pedih ketika anak-anak kecil di kampungnya ketakutan jika ia membawa Jibril Cesar Ramadhan (2), anak bungsunya yang mengalami hydrochephalus, keluar dari rumah. Jibril yang lingkar kepalanya sudah mencapai 110 sentimeter itu juga sering menjadi tontonan orang-orang dewasa jika ia sedang berada di luar rumah. Mau tidak mau Tri memang harus membawa Jibril ke luar rumah. Pasalnya, sejak ia melahirkan Jibril, suami Tri tidak mau menafkahi dirinya dan anak bungsunya itu. Namun, sang suami masih mau membiayai Eva (8) dan Bintang (4), dua anak Tri lainnya. "Saya terpaksa bekerja untuk memberi makan Jibril dan membelikan susu," tutur Tri yang bekerja sebagai buruh kerajinan di Jepara.

Setiap hari Tri harus mengurus Jibril sendirian. Karena tidak bisa duduk, Jibril setiap hari digendong atau dibaringkan dengan bantal yang ditinggikan. Selain suaminya, Tri juga dikucilkan oleh keluarga besarnya dan juga keluarga suaminya. Ia bahkan pernah diusir mertuanya karena membawa Jibril ke rumah mertuanya. Kini Tri hanya bisa pasrah. Jibril sudah tidak bisa dioperasi lagi karena otaknya sudah mengecil. Setiap pukul 02.00, Jibril selalu menangis atau terkadang kejang-kejang karena desakan cairan otaknya. Hanya obat pengurang rasa sakit yang bisa membuat Jibril tenang.

Berkumpul dan Saling Menguatkan

Sunarti (41) mengamati anaknya, Nova (2), yang berguling-guling di kasur di sebuah ruang diklat provinsi di Jalan Setiabudi, Srondol, Semarang. Meski usianya sudah dua tahun, Nova belum bisa berjalan. Namun anak perempuan itu sudah lancar berbicara, bahkan terkesan cerewet. "Saya sedang berjuang menyeimbangkan tubuh dengan kepalanya," Kata Sunarti, Warga Kota Magelang, Jawa Tengah. Nova yang mengalami hydrochephalus sudah di operasi dua kali untuk memasang shunting. Pemasangan pertama menyebabkan infeksi sehingga harus diulang kembali. Agar tubuh dan kepalanya seimbang, Sunarti terus memberi gizi terbaik kepada Nova agar tubuhnya menjadi gemuk. Nova adalah salah satu penderita hydrochephalus yang dioperasi oleh Wisma Kasih Bunda yang berlokasi di jalan Sanggung Barat, Semarang. Wisma ini didirikan perancang busana Anne Avantie. Sejak 10 tahun wisma ini didirikan sudah lebih dari 800 pasien mendapatkan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma, termasuk operasi.

Untuk memberi pelayanan kesehatan, Wisma Kasih Bunda bekerja sama dengan RS Elizabeth Semarang. Pada perkembangannya, wisma ini tidak hanya melayani penderita hydrochephalus, tetapi juga melayani pasien penyakit lain yang membutuhkan bantuan. "Mereka sudah datang ke wisma, saya tidak bisa memilih-milih mana yang harus di tolong dan mana yang tidak," ungkap Anne. Pasien yang datang ke wisma bukan hanya dari daerah Jawa Tengah, tetapi juga dari luar pulau Jawa, seperti Nias, Padang, dan Papua. Selama ini Wisma Kasih Bunda menjadi tumpuan harapan bagi keluarga penderita hydrochephalus. Bukan hanya harapan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, tetapi juga tempat untuk berbagi rasa.

Setiap ada kesempatan, keluarga penderita hydrochephalus dan penderita penyakit lainnya ini berkumpul di wisma. "Kita berkumpul untuk saling memberi penguatan," kata Margaretha atau Eta, ibu wisma. Penguatan itu membuat Sujiatmi (45) dari Gunung Kidul, Yogyakarta, mau bersusah payah datang ke wisma sambil menggendong Lanjar (5) yang kepalanya besar dan berbentuk segitiga itu. sujiatmi mengaku sering terpuruk karena sampai sekarang masih banyak tetangganya yang menganggap kondisi Lanjar itu sebagai kutukan. "Di sini (wisma), saya punya banyak teman dan mendapat pengetahuan tentang penyakit anak saya. Saya sekarang lebih percaya diri menghadapi orang," kata Sujiatmi. (IND). (Sumber : Harian Kompas, Minggu, 16 Mei 2010).

Tukang Sol Sepatu dan Tumor Marfuah


By : Hendriyo Widi

Marfuah (40), warga Desa Mejobo, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, terbaring di dipan kecil berkasur tipis di kamar berdinding batu bata lembab. Tangan kirinya terkulai lemas, sedang tangan kanannya memegangi kaus merah yang menutupi benjolan coklat lebam sebesar bola tennis di ketiak kiri. Matanya yang kuyu dan sembab memandangi tamu-tamu yang berseliweran menengoknya. Sesekali ia tampak kebingungan dan matanya membasah setiap kali ditanya tentang penyakitnya. "Istri saya terserang tumor ganas. Badannya mengurus dan susah berjalan," kata Suparmin (47), suami Marfuah yang bekerja sebagai tukang sol sepatu di Kudus. Suparmin dan Marfuah tinggal bersama orangtuanya, Surawi (80) dan Legirah (70), di rumah berdinding bata berlantai tanah. Surawi tak lagi bisa bergerak akibat lumpuh karena menua. Legirah pun sudah tua.

Semuanya menjadi tanggung jawab Suparmin, tukang sol sepatu yang berpenghasilan Rp 7.000 – Rp 18.000 per hari. Untuk mendapatkan uang itu, Suparmin mesti mengayuh sepeda onthel tua dari rumah ke pasar Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Pati, yang berjarak sekitar 50 kilometer. "saya berangkat pukul 01.00 dini hari dan pulang pukul 09.00. Kadang tidak bekerja sama sekali karena harus mengobatkan atau menunggui istri," kata Suparmin. Suparmin berkisah, istrinya menderita tumor ganas sejak setahun lalu. Tumor tersebut semula sebesar bola pingpong, namun lama kelamaan membesar seukuran kendi kecil tempat air minum. Agar tumor tidak terus membesar, Suparmin membawa istrinya ke rumah sakit sebanyak tiga kali. Biayanya ditanggung jaminan kesehatan bagi keluarga miskin, sehingga Suparmin cukup menyediakan uang transportasi. Setiap kali ke rumah sakit, Marfuah selalu di operasi karena tumor itu selalu tumbuh lagi seusai dibedah. Hingga operasi yang ketiga kalinya, tumor masih tumbuh. "Istri saya kesakitan dan ketakutan setiap kali operasi. Dia tidak mau dioperasi lagi. Akhirnya saya putuskan untuk pengobatan alternatif," tutur Suparmin.

Kondisi keluarga Suparmin tersebut menggerakkan empati tetangga-tetangga dekat. Setiap kali Suparmin tidak bekerja, pasti ada tetangga yang mengirim makanan. Bahkan beberapa kali mereka iuran sukarela untuk biaya transportasi dan pengobatan alternatif Marfuah. Ketua RT setempat, Dulhadi, mengatakan sebagian besar tetangga mau menyumbang Rp 5.000 – Rp 10.000 per orang, meski untuk hidup sehari-hari saja mereka yang bekerja sebagai buruh cukup susah. Namun, mereka tidak menutup mata ketika ada tetangga yang kesusahan. "Saya juga sempat meminta bantuan ke teman-teman di pabrik. Mereka beriuran sukarela hingga terkumpul Rp 1.080.000," kata Dulhadi. Kepala Desa Mejobo, Suhardi, segera meneruskan laporan tentang sakit marfuah ke Kecamatan Mejobo. Warga pun diimbau untuk menggalang aksi solidaritas. Suhardi juga melapor ke Dinas Sosial Kabupaten Kudus agar Marfuah mendapat perawatan lebih layak.

Suparmin sendiri menyatakan garis atau jalan hidupnya adalah mengantar dan mendampingi Marfuah sampai pada kesembuhan. Berbagai upaya tambahan untuk mencari sesuap nasi telah dilakukan seperti mencari dan menjual barang rongsokan. Suparmin, sang "penyembuh" sepatu orang lain, ingin menjadi "penyembuh" bagi istrinya. Sang tukang sol sepatu yang mencari rejeki dengan kejujuran dan ketulusan hati itu selalu berdoa bagi kesembuhan istrinya setiap kali mengayuh sepeda onthel tuanya menuju tempat kerja. (Sumber : Harian Kompas, Jumat, 21 Mei 2010).

Lunas di Bayar


By : Richard T.G.R

Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! I Korintus 6 : 20

Bacaan : Yohanes 3 : 1 – 21

Bagi sebagian kita yang berasal dari luar kota atau luar pulau, pulang ke kampung halaman tentu hal yang sangat menyenangkan karena kita bisa berjumpa kembali dengan orangtua dan sanak saudara. Untuk bisa pulang, kita pasti menggunakan alat transportasi. Khusus bagi kita yang akan pulang ke luar pulau, kita tentu akan menggunakan transportasi laut atau udara dan biasanya jauh-jauh hari sebelum pulang, kita akan membeli tiket pesawat terbang atau kapal laut yang akan mengantarkan kita ke tempat tujuan. So, apa yang terjadi kalau tiket itu hilang? Sudah pasti kita harus beli lagi walaupun harganya mahal atau kita terpaksa tidak jadi pulang karena tiada uang. Karena mahalnya tiket itu, biasanya kita akan menjaga tiket itu baik-baik agar jangan sampai hilang.

Untuk tiket naik pesawat atau kapal laut saja cukup mahal, apalagi tiket masuk surga. Kita tidak bisa membeli tiket itu dengan apapun yang kita lakukan, oleh karena itu Tuhan memberikan tiket itu gratis untuk kita semua. Tuhan berjanji kita semua orang percaya pasti masuk kerajaan-Nya (Yohanes 14 : 6) dengan syarat kita percaya Yesus dan melakukan segala perintah-Nya. Sebagai orang Kristen, kita semua sudah punya tiket itu, hanya sayang, banyak diantara kita tidak menyimpan tiket masuk surga itu sehingga hilang. Kita menghilangkan janji keselamatan yang Tuhan berikan dengan hidup seenaknya dalam dosa. Kita menghilangkan janji keselamatan Tuhan hanya dengan modal percaya Yesus, namun kita tak sudi melakukan segala perintah-Nya. Kita menghilangkan janji keselamatan hanya dengan menjadi Kristen, namun hidup kita tidak meneladani Kristus. Hari ini bagaimana dengan hidup Anda? Apakah Anda benar-benar Kristen atau Kristen KTP? Jangan sia-siakan pengorbanan Tuhan kita dan hiduplah seturut Firman-Nya karena Tuhan sudah membayar lunas harga untuk kita bisa menikmati surga.


* CATATAN : Renungan ini di muat di Renungan MUSA – 18 Juni 2010

Gagal Itu Biasa


By : Richard T.G.R

Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana. Amsal 24 : 16

Bacaan : Hakim-hakim 16 : 23 – 31

Berbicara mengenai kegagalan, kita pasti tidak mau mengalaminya, tetapi harus mengalaminya jika ingin berhasil. Saat kita harus rela melepas bangku kuliah karena ingin menjadi wirausahawan, kita harus siap dan berani menerima kegagalan berwirausaha. Atau saat kita harus rela melepas kenyamanan karena ingin menginjil, kita pun harus siap dan berani menerima kegagalan karena di pandang remeh oleh orang lain. Sebenarnya, ketika ada banyak kegagalan yang kita alami, sebenarnya kita juga sedang beroleh banyak keberhasilan karena kita berani menghadapi setiap kegagalan, lalu berjuang menggapai keberhasilan.

Banyak sosok dalam Alkitab yang mengalami kegagalan dalam hidupnya, salah satunya adalah Simson. Jika kita membaca riwayat hidupnya, kita mungkin bertanya-tanya apa hal baik yang telah dilakukannya sehingga ia pantas disebut hakim atas Israel? Apalagi sepanjang hidupnya ia banyak melakukan yang jahat di mata Tuhan. Ia menikahi seorang wanita asing, bermain-main dengan kekuatannya, hingga menjalin cinta terlarang dengan Delila yang akhirnya membuat Tuhan meninggalkannya. Namun Alkitab mencatat Simson sebagai hakim karena itulah yang menjadi jalan hidupnya (Hak. 13:5). Simson satu-satunya hakim yang memiliki kekuatan luar biasa, jauh melebihi hakim lainnya. Akhirnya Simson menyadari kesalahannya, bertobat, dan Tuhan mengabulkan doanya untuk membinasakan ribuan orang Filistin yang mengolok-olok nama Tuhan (Hak. 16:23-24).

Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang pernah benar-benar gagal, namun kebanyakan hanya berhenti mencoba. Kalau saat ini Anda mengalami kegagalan dalam menjalani hidup, ingatlah bahwa Anda bukan orang gagal. Anda hanya orang yang belum berhasil mencapai apa yang diharapkan. Bangkitlah dan cobalah sekali lagi. Bukankah dengan adanya kegagalan seharusnya kita jadi lebih mawas diri dan lebih mengerti apa saja yang harus dilakukan untuk meraih keberhasilan? Ingatlah bahwa Tuhan akan senantiasa memampukan kita menjadi pemenang, pemilik dari keberhasilan, karena Ia tidak menciptakan kita untuk gagal. Bersama Tuhan, kita adalah umat pemenang.

* CATATAN : Renungan ini di muat di Renungan Pagi – 24 Juni 2010

Merasakan Berkat Tuhan


By : Richard T.G.R

Kata Yesus: "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." Yohanes 9 : 39

Bacaan : Yohanes 9 : 1 – 41

Apakah Anda suka melihat acara Bedah Rumah yang tayang di salah satu stasiun televisi? Saya salah satu orang yang suka melihat acara tersebut karena sangat menginspirasi dan mengajar kita secara tidak langsung untuk memiliki empati kepada orang lain yang jauh lebih berkekurangan di banding diri kita. Dalam setiap acara yang saya tonton, sang pemilik rumah yang di bedah rumahnya semuanya adalah orang yang tidak mampu. Biasanya mereka bekerja sebagai buruh, petani, pemungut sampah, penjual gorengan, peternak kambing kecil-kecilan dan aneka pekerjaan lain yang terkesan kotor dan rendah lainnya. Untuk bisa menyelami dan mengerti apa yang keluarga miskin itu rasakan, biasanya sang moderator akan terjun langsung dan melakukan apa yang selama ini keluarga itu lakukan. Mereka harus mau merasakan betapa capenya mencangkul, membuat suatu hiasan yang kelihatannya sepele dan murah namun ternyata sangat sulit di buat, memandikan kerbau, mengupas kelapa, memasak dengan kayu bakar, tidur beralaskan tikar lusuh dan di gigiti nyamuk, makan seadanya, mandi di sungai, dll. Hasilnya, sang moderator biasanya menangis dan berempati dengan kesulitan si keluarga yang ditumpanginya. Dia tak hanya sebatas melihat dan kasihan, namun dia merasakan sendiri betapa menderitanya dirinya kalau berdiri di posisi orang yang berkekurangan.

Setelah dia belajar menjadi orang susah, kini gantian sang moderator dan para kru bekerja. Sang keluarga yang akan di bedah rumahnya di bawa berwisata ke tempat lain dengan mendapat fasilitas istimewa. Mereka di tempatkan di hotel berbintang, di ajak jalan-jalan ke tempat yang menyenangkan, di ajak makan di tempat makan yang enak dan berkelas serta di belikan baju-baju baru yang selama ini tak mampu di beli. Sementara sang empunya rumah bersenang-senang, tim bedah rumah bekerja keras merubah rumah yang tadinya bobrok dan tak layak huni menjadi enak di lihat dan apik. Tak hanya memperbaiki dan merubah rumah, mereka juga memberikan berbagai perlengkapan rumah seperti tv, meja kursi, almari, kompor bahkan modal usaha. Akhir yang bahagia karena biasanya saat sang empunya rumah pulang dan melihat keadaan rumahnya yang berubah, dia akan sangat senang dan berterima kasih.

Tahukah kita bahwa Tuhan pun sesungguhnya ingin melakukan hal yang sama seperti tim bedah rumah saat membedah rumah kita menjadi lebih baik. Tuhan ingin sekali mengikis dan membuang segala karakter kita yang buruk serta menggantinya dengan karakter Kristus yang luar biasa. Tuhan ingin menggubah hidup kita yang suram dan seakan tak ada harapan menjadi sukacita. Namun, tanpa sadar banyak diantara kita kadang mengeraskan hati saat Tuhan menawarkan diri untuk bekerja dalam diri kita. Memang kita menjadi orang Kristen, setiap minggu rajin ke gereja, setiap hari saat teduh dan doa, beberapa di antara kita sibuk dalam berbagai pelayanan gereja. Namun pernahkah kita jujur kepada diri sendiri dan bertanya apakah yang sudah saya berubah di tahun ini? Apakah saya selalu menjadi sosok yang sama dari tahun ke tahun? Apakah saya seorang Kristen yang selalu gampang emosi padahal saya tahu kebenaran firman Tuhan? Apakah saya tersinggung dan merasa risih saat pendeta saya berkhotbah tentang sesuatu yang tidak saya suka dan seakan-akan menghakimi dosa-dosa saya? Banyak diantara kita bersikap semau gue dan sok rohani padahal kita tak ada bedanya dengan orang munafik.

Kita bisa dengan penuh percaya diri gembar-gembor mengenai kasih kasih dan kasih, namun kita begitu gampang mengamuk atau balas mencaci saat rekan kerja ribut dengan kita, kita tidak mau berubah dalam hal karakter saat Alkitab dengan tegas menunjukkan tabiat-tabiat kita yang buruk dan harus di buang. Seorang Kristen yang bertumbuh pasti akan semakin lebih baik secara karakter maupun gaya hidup dari tahun ke tahun. Contoh sederhananya begini : dahulu kita suka makan seenaknya dan tidak peduli kesehatan. Kita bisa sesuka hati memesan makanan di warung atau restoran favorit sesuka hati karena gaji lumayan. Saat firman Tuhan menegor untuk kita mengendalikan hawa nafsu, termasuk nafsu makan, kita merespon tegoran itu dengan positif. Kita berusaha makan makanan sehat dan menjaga pola makan. Hasilnya tubuh kita jauh lebih sehat dan keuangan kita jauh lebih baik. Nah, kalau selama bertahun-tahun kita menjadi sosok yang sama dari tahun ke tahun, kita patut bertanya apakah yang salah dengan diri kita?

Bicara masalah merasakan berkat Tuhan, mari kita belajar dari orang buta sejak lahirnya. Mengapa Yesus saat itu berkata : barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta? Intinya Tuhan mengajarkan kita untuk berubah. Kalau selama menjadi Kristen kita tahu kebenaran firman Tuhan dan berusaha melakukan kebenaran itu dalam hidup kita, maka kita seperti orang buta yang kini dapat melihat. Kita bisa membedakan mana yang benar dan yang salah karena kita menjadi pelaku firman. Kita di katakan buta oleh Tuhan kalau kita tahu kebenaran firman Tuhan, namun kita tak mau melakukannya dalam kehidupan kita setiap hari. Kita mengeraskan hati untuk tetap menjadi diri kita sendiri dan tidak mengalami perubahan karakter apapun walaupun sudah bertahun-tahun menjadi Kristen. Kita buta rohani walaupun secara fisik kita bisa melihat. Mari kita belajar menjadi pelaku firman dan merasakan berkat Tuhan sehingga hidup kita semakin lebih baik dari waktu ke waktu. Jangan keraskan hati saat firman Tuhan menegor kita untuk berubah.

Minggu, 23 Mei 2010

Belas Kasihan


By : Richard T.G.R

Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu. Amsal 19 : 17

Bacaan : Matius 9 : 35 – 38


Sebagai seorang penulis, saya suka melihat acara reality show "Minta Tolong". Acara yang biasanya diadakan di daerah Jawa Tengah seperti Solo dan Semarang mengajarkan kepada kita untuk memiliki empati dan belas kasihan kepada orang lain, terutama orang yang sama sekali tidak kita kenal. Karena sering melihat acara ini, saya pun belajar dari setiap kisah yang ada. Saya belajar bahwa untuk menolong itu tidak harus menunggu kita kaya atau berkelimpahan terlebih dahulu, namun tolonglah orang yang bisa kita tolong walaupun diri kita kekurangan. Dalam salah satu acara, ada seorang ibu penjual es yang berjualan di tepi jalan di daerah Kota Solo. Hari itu dagangannya sedang sepi, hanya mendapat uang empat puluh ribu rupiah. Mendadak, seorang anak memakai dua tongkat penyangga mendatanginya untuk menjual radio bekas yang jadul. Anak ini beralasan menjual radio itu untuk menebus obat untuk ibunya di apotik. Ibu ini lalu bertanya mau di jual berapa radio itu. Sang anak menjawab tiga puluh dua ribu. Walaupun duitnya pas-pasan, ibu penjual es ini mau membeli radio itu walaupun radio itu mungkin sudah mati. Ketika di akhir acara dia ditanya mengapa mau membeli, dengan singkat dia menjawab bahwa walaupun dia kekurangan, namun dia kasihan melihat ternyata ada orang yang jauh lebih kekurangannya darinya.

Inilah realita yang terjadi di sekitar kita, orang yang kita anggap miskin dan berkekurangan justru jauh lebih memiliki empati dan belas kasihan daripada orang-orang yang sok kaya namun pelitnya setengah mati. Hal yang sama juga terjadi dalam Kekristenan, hampir semua orang Kristen tahu apa itu mengasihi, namun berapa banyak diantara kita mempraktekkan apa itu kasih? Saya sebagai orang Kristen pernah mengalami apa itu belas kasihan. Pada tahun 2006, saya sedang naik sepeda di salah satu jalan besar Kota Semarang. Mendadak rangka depan sepeda saya patah sehingga saya jatuh terhempas ke depan. Sepeda saya patah menjadi dua dan wajah saya babak belur karena membentur aspal. Orang-orang di sekitar tempat kejadian segera menolong dan memenangkan saya yang sedikit shock. Saat bengong, mendadak seorang ibu pedagang kaki lima yang berjualan di tempat itu menghampiri saya dan memberikan segelas air minum kemasan.

Melihat darah yang terus mengucur di dagu saya, dia lalu mengangsurkan minyak tawon untuk menghentikan pendarahan. Ketika saya sudah tenang dan akan pulang, saya bertanya berapa saya harus membayar. Ibu itu mengatakan tidak usah, dia berkata itu semua gratis. Saya mengucapkan terima kasih untuk kebaikannya dan langsung pergi ke rumah sakit. Saya mendapat beberapa jahitan di UGD RS. Telogorejo Semarang. Kebaikan hati ibu tua itu masih terus saya ingat dan sharingkan pada beberapa tulisan saya. Cerita berkebalikan terjadi pada beberapa rekan-rekan gereja saya, ketika melihat saya nongol dengan penampilan baru, mereka justru tertawa melihat hal ini. Bukannya berempati malah menjadikan saya bahan kelakar. Bahkan ada seorang jemaat yang sudah menikah dengan tanpa perasaan berkata "kok nggak mati aja waktu itu, kan jalanan sangat ramai karena jam pulang kerja." Deg! Saya langsung sakit hati mendengar kata-katanya. Mungkin dia berniat bercanda, namun ia menunjukkan bahwa dia orang yang tidak punya empati. Saya hanya bisa tertawa getir untuk meredam emosi yang hampir meledak.

Lalu apa alasan mendasar orang enggan atau tidak mau menolong padahal sebetulnya mampu? Macam-macamlah alasannya. Ada yang beralasan buat kebutuhan sendiri saja masih kurang, kalau membantu orang lain semakin kurang. Orang seperti ini biasanya hidupnya sesuai omongannya, selalu berkekurangan. Saya bisa berkata seperti itu karena salah seorang jemaat gereja saya adalah pelakunya. Dia paling perhitungan dalam memberi. Selama lima tahun saya mengenalnya, hidupnya selalu berkekurangan karena dia sendiri enggan memberi kepada orang lain. Setiap usaha yang dirintisnya selalu gagal, dan beberapa kali dia keluar masuk perusahaan karena berbagai sebab. Berkat Tuhan seakan tertahan padahal tiap minggu dia ke gereja, hal ini bisa terjadi karena dia menahan berkat untuk orang lain sehingga Tuhan pun menahan berkatnya. Ada lagi orang yang beralasan, bukan urusannya, sibuk mengurusi gereja, dan alasan yang paling mendasar adalah kasih yang menjadi dingin. Kita hanya tahu kasih secara teori, namun sangat susah mempraktekkannya.

Bagaimana dengan Anda hari ini, apakah Anda masih memiliki belas kasihan? Untuk menolong orang lain, semuanya muncul dari hati. Kalau Anda memang berniat untuk menolong, walaupun Anda miskin dan berkekurangan pasti Anda akan membantu semampu yang bisa Anda berikan. Namun, kalau memang pada dasarnya Anda orang yang tidak punya empati dan belas kasihan, sekaya apapun Anda akan susah untuk memberi.

Idola


By : Richard T.G.R

Haleluya! Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. Mazmur 106 : 1

Bacaan : Mazmur 106 : 1 – 12


Apakah kamu punya idola? Idola adalah seseorang yang kita puja-puja dan biasanya kita jadikan teladan baik dalam tingkah laku maupun gaya hidupnya. Idola biasanya adalah public figure yang sedang naik daun di masyarakat. Idola itu umumnya penyanyi, artis, pelawak, presiden, motivator, pendeta, penulis dsb. Namun idola tidak melulu para tokoh di luar keluarga kita. Kita bisa aja mengidolakan ortu, kakak atau adik, atau mungkin pacar kita sendiri. Ada beberapa anak yang mengidolakan profesi ortunya sehingga saat dewasa merekapun melakukan pekerjaan ortunya. Ada atlit Taekwondo teman latihan saya di dojo waktu masih kuliah akhirnya sukses menjadi atlit karena meneladani ayahnya. Ada pula anak dokter sekarang menjadi dokter. Saya sendiri secara pribadi bisa menjadi penulis karena terinspirasi oleh almarhum papa saya yang memiliki pergaulan sangat luas dengan teman-teman dari luar negeri karena pintar sekali menulis berbagai artikel dan membuat karikatur. Saya hanya mewarisi bakat menulis, namun untuk mengambar jeleknya minta ampun.

Bolehkah kita memiliki idola? Kita sah-sah saja kagum atau terinspirasi oleh hidup orang lain, sama seperti saya terinspirasi oleh hidup almarhum papa. Namun, kalau kekaguman atau rasa hormat kita pada seseorang melebihi rasa hormat kepada Tuhan, itu yang tidak boleh. Semua orang-orang hebat di dunia adalah ciptaan Tuhan. Kita harus menghormati prestasi mereka namun penghormatan tertinggi tetap harus kita berikan kepada Tuhan. Kalau selama ini kita mengidolakan seseorang dengan cara yang tidak benar, alhasil kita menomorduakan Tuhan. Cara salah mengidolakan seseorang begini : katakanlah kita mengidolakan Sandra Dewi (bagi cewek). Tiap hari kita tidak pernah absent mengikuti acaranya atau gossip terbaru tentang dirinya. Dalam gaya hidup kita pun berusaha meniru semua gaya Sandra Dewi. Mulai dari gaya rambutnya, cara berjalannya, cara berbicaranya, cara tersenyumnya, cara berbusananya, dll. Kita bahkan mati-matian ikut acara yang bisa mempertemukan kita dengan artis idola. Kalau sudah begini, apakah kamu menomorsatukan Tuhan atau Sandra Dewi? Tuhan tak ingin kita mendua hati karena Dia adalah Allah yang pencemburu. Tuhan tak ingin kita mengantikan posisi-Nya dengan manusia sehebat apapun dirinya.

Berhati-hatilah dalam mengidolakan seseorang, jangan sampai dia menggeser Tuhan sebagai yang paling utama dalam hidup kita. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku (Keluaran 20 : 3).

Jimat


By : Richard T.G.R

Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Keluaran 20 : 3

Bacaan : Keluaran 20 : 3


Sewaktu saya masih duduk di bangku SD, saya memiliki jimat berupa sebuah koin seratus rupiah yang masih baru dan mengkilap. Saya punya ide memiliki jimat berupa koin karena suka membaca komik Donal Bebek. Dalam keluarga bebek, ada tokoh Gober Bebek yang memiliki gudang uang dan koin keberuntungan. Karena dianggap bertuah, mimi hitam berkali-kali berusaha mencurinya walaupun selalu gagal. Karena masih kanak-kanak, saya ingin meniru Gober Bebek dengan memiliki "koin keberuntungan juga." Moga-moga nanti kalau tua seperti paman Gober, pikir saya kala itu. Jimat koin itu selalu menjadi andalah saya menghadapi ulangan dan saya bawa ke mana-mana. Pada akhirnya saya sadar kekuatan koin itu hanya sugesti saya semata karena mana ada benda buatan manusia memiliki kekuatan magis, kecuali benda-benda tertentu yang memang di tumpangi kuasa gelap.

Jimat, tanpa sadar sebagian kita pernah memilikinya dan memujanya setengah mati. Tak sedikit pula orang Kristen yang sampai saat ini tanpa sadar memiliki jimat. Teman saya yang berdagang plastik adalah contohnya. Di tokonya dia memasang patung kucing kuning atau apalah namanya, yang tangan kanannya bisa naik turun. Ketika saya bertanya ngapain pasang-pasang robot kucing, lebih baik piara kucing asli aja? Dia lalu menjawab bahwa kucing itu membawa berkat. Kalau tokonya di pasangi kucing itu, para pembeli akan berdatangan dan otomatis rejekinya banyak. Saya hanya tertawa geli mendengar jawabannya. Beberapa bulan kemudian saya berkunjung kembali ke tokonya, ternyata tokonya sepi dan kucing itu mati karena kehabisan baterai. Tak hanya teman saya, beberapa toko tertentu pun memasang kucing jenis itu, ada yang ramai, ada juga yang sepi.

Pertanyaannya sekarang, perlukah kita memiliki jimat? Sebagai orang Kristen, kita semua sesungguhnya tahu bahwa berkat besar maupun kecil datangnya dari Tuhan bukan dari benda-benda yang dianggap magis. Memang ada beberapa aliran tertentu yang mengunakan kuasa-kuasa penguasa udara untuk bisa membuat orang kaya dalam sekejab walaupun resikonya dia harus menjadi budak setan di neraka, namun sebagai anak Tuhan kita seharusnya bergantung penuh pada Tuhan. Tuhanlah yang membuat kita akan selalu berhasil dalam bidang apapun kalau kita mau bekerja keras untuk mewujudkan itu. Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya kata Amsal 10 : 22. Setan bisa memberikan kita kekayaan dan kenikmatan dunia sebanyak apapun yang kita pinta dalam waktu singkat, namun manis di depan pahit di belakang. Kita harus rela kehilangan keselamatan masuk surga dan sanak saudara kita. Tuhan memberikan kita kekayaan tidak semudah membalik telapak tangan. Kita harus mau menjalani berbagai proses yang melelahkan dan melatih karakter kita dalam waktu yang cukup lama. Namun, harta kekayaan itu adalah harta yang halal dan bisa kita investasikan di surga (Matius 6 :20).

Jimat hanyalah suatu benda bertuah untuk orang di luar Tuhan, bagi Kita yang mengaku Kristen atau Murid Yesus, jimat kita hanya satu yaitu Yesus, satu-satunya jalan kebenaran dan hidup (Yohanes 14 : 6).

Berani Memulai




By : Richard T.G.R

Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, Yakobus 1 : 2

Bacaan : Roma 5 : 1 – 11


Apa salah satu perbedaan mencolok antara orang sukses dan orang gagal? Akan ada banyak jawaban untuk menjawab perbedaan ini, namun salah satunya adalah tindakan. Semua orang tentu ingin menjadi kaya, memiliki rumah, memiliki pasangan hidup yang sepadan, memiliki keuangan yang mapan, ingin bisa sekolah setinggi mungkin, ingin terkenal, ingin ini, ingin itu, dll. Kenyataan berbicara tak semua orang bisa mewujudkan keinginan atau impian mereka, hanya segelintir orang yang cukup sukses dan akhirnya mewujudkan sebagian besar mimpinya. Ini bisa terjadi karena banyak orang hanya bisa atau mau sekadar bermimpi atau omong doang, not action talk only, sehingga hidupnya sama aja dari waktu ke waktu, tidak semakin meningkat. Mereka terlalu sibuk mengkalkulasi untung dan rugi saat berusaha mencapai mimpi sehingga tak kunjung memulai.

Resep sederhana untuk kita sukses salah satunya adalah berani memulai. Jangan pernah menunggu keadaan berubah untuk Anda namun Andalah yang seharusnya merubah keadaan. Salah seorang teman perempuan saya yang bekerja pada perusahaan lem pernah mengeluh kepada saya mengenai gajinya yang di rasakan kurang dan selalu habis di tengah bulan. Setelah saya kalkulasi, ternyata gajinya lebih dari cukup dan malah bisa menabung. Ternyata ada beberapa pengeluaran tak perlu dan tak penting yang selama ini dia jadikan kebutuhan pokok seperti membeli Tupperware atau perawatan wajah rutin di salah satu klinik terkenal di Kota Semarang yang menghabiskan jutaan rupiah. Ketika saya menganjurkan untuk memangkas kebutuhan itu atau membuka usaha sambilan, dia mengajukan berbagai alasan bahwa itu tidak bisa di batalkan, intinya dia tak mau memulai memangkas pengeluaran dan bisanya hanya mengeluh saja. Dia juga tak mau usaha sampingan dengan alasan cape pulang kantor, padahal salah satu teman wanita saya di Jakarta pulang kerja masih sempat les bahasa Inggris.

Salah satu tokoh panutan yang patut kita tiru masalah berani memulai adalah Wilma Rudolph. Wilma adalah seorang gadis kulit hitam miskin, anak ke -20 dari 22 bersaudara. Waktu berusia 4 tahun, ia di diagnosa mengidap polio. Meskipun demikian, ibunya yang orang Kristen tidak pasrah begitu saja menerima nasib. Melihat anaknya berusaha berjalan dan berulangkali jatuh, ia terus memotivasi dan mendukung anaknya. Perlahan tapi pasti Wilma bisa berjalan tanpa memakai tongkat penyangga. Wilma lalu belajar berlari walaupun pada beberapa pertandingan awal dia mencoba berlari, dia selalu menjadi pelari terakhir yang masuk finish. Pada usia 14 tahun, Wilma masuk dalam tim Olimpiade dan meraih medali perunggu dalam cabang lari 400 meter. Pada tahun 1960, ia membuat rekor dengan menjadi wanita kulit hitam pertama yang meraih tiga medali emas olimpiade.

Wilma Rudolph berhasil menjadi history maker karena berani memulai walaupun kenyataan berbicara tidak mungkin. Dia berhasil mengubah kemustahilan menjadi kenyataan karena berani memulai walaupun harus berulangkali gagal dan jatuh. Anda ingin sukses dalam hal apapun? Beranilah memulai dan jangan pernah takut gagal atau jatuh. Kegagalan adalah proses alami yang harus setiap manusia lalui untuk membentuk karakter mereka semakin tangguh sehingga bisa mengelola dengan bijaksana berkat yang Tuhan curahkan.

Sabtu, 15 Mei 2010

Mendengar dan Melakukan




By : Richard T.G.R

Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. I Samuel 15 : 22

Bacaan : I Samuel 15 : 1 – 35


Apa yang biasanya Anda lakukan ketika mendengarkan khotbah saat mengikuti ibadah di hari minggu? Apakah Anda konsentrasi penuh kepada pendeta yang menyampaikan firman Tuhan dengan mendengar dan mencatat khotbahnya, mendengar sambil terkantuk-kantuk karena semalam begadang nonton bola, bisik-bisik dengan rekan di kanan kiri, sibuk chating dengan rekan melalui hp, atau malah tidur? Bagi orang-orang yang sulit tidur dan setelah mendengarkan khotbah, ternyata khotbah pendeta lebih ampuh daripada obat tidur yang biasa kita beli di apotek. Kalau Anda tak percaya, saat ibadah cobalah tengok ke kanan kiri atau ke belakang sejenak. Anda akan temui beberapa jemaat yang terkantuk-kantuk dan ada pula yang tidur dengan nyenyaknya sambil tertunduk. Saya sering iseng melihat ke sekeliling sehingga tahu tipe-tipe jemaat saat mendengarkan firman Tuhan.

Tentu hal ini tidak bisa di biarkan kalau kita memiliki kebiasaan buruk saat ibadah. Tuhan ingin kita mendengarkan suara-Nya dan menindaklanjutinya dalam tindakan kita sehari-hari. Lalu, apakah kita bisa mendengarkan suara Tuhan hanya melalui Alkitab atau khotbah pendeta? Tidak juga, karena Tuhan berbicara melalui banyak media. Tuhan bisa berbicara melalui buku-buku yang kita baca, kesaksian hidup, film documenter, keheningan, alam, renungan, kejadian sehari-hari, dll. Pertanyaannya sekarang, apakah kita mendengarkan suara Tuhan melalui berbagai media yang ada? Tuhan sesungguhnya sudah berbicara melalui berbagai media, namun sayangnya kita sendiri yang sering tidak mau mendengar. Apa yang membuat kita tidak bisa mendengar suara Tuhan? Rutinitas kerja, sibuk mengurusi urusan rumah tangga, sibuk menaikan karier, sibuk belajar, sibuk mengurusi hobi, dll. Hasilnya, hidup kita hampa dan kita merasa Tuhan kok jauh dari saya, kok Tuhan tak mau mendengarkan keluh kesah saya?

Lalu apakah hamba Tuhan alias pendeta pasti semuanya mendengar dan melakukan suara Tuhan? Apakah mereka bisa tetap setia dan berkenan di mata Tuhan? Tidak selalu. Ada beberapa pendeta yang sukses melayani dan di pakai Tuhan luar biasa namun tidak berkenan di hadapan-Nya. Saya ambil contoh seorang pendeta di Indonesia yang sukses luar biasa dalam pelayanannya dan sering memberikan khotbah ke berbagai kota yang sekali ibadah di hadiri ribuan orang karena fasih berkhotbah dalam bahasa Mandarin. Dia bisa sangat hebat menyuruh orang ini itu berdasarkan firman Tuhan, namun hidup keluarganya sendiri kacau. Anaknya melakukan tindakan-tindakan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai yang Kristus ajarkan. Tak usahlah menyebut nama, Anda pasti sudah bisa menebak siapa orangnya. Walaupun hebat dan sangat jauh lebih pintar daripada saya yang hanya penulis amatiran, jujur saya tidak respect dengannya. Kalau kita tidak bisa menjadi pelaku firman dan hanya hebat secara teori, kita tak ada bedanya dengan orang munafik dan menjadi batu sandungan buat orang lain. Kita bisa hebat mengurusi masalah orang lain dan mengajarinya ini itu, namun kalau mengurus keluarga kita sendiri saja tidak becus dan justru menjadi contoh buruk bagi anak-anak Tuhan lainnya, apakah itu namanya pelaku firman? Kalau kita tidak bisa memberikan teladan kepada anak tentang bagaimana Kristen yang benar, tak heran anak kita justru benci dengan kekristenan karena menganggap orang Kristen itu munafik. Dia melihat kemunafikan itu bukan dari orang lain, namun dari orangtuanya sendiri.

Tentu saja kita tak akan pernah mau mengalami kejadian diatas. Kita tentu berharap anak istri atau pacar kita bisa melihat karakter-karakter Yesus dalam setiap tindakan kita, tak semata hanya teori. Untuk memiliki karakter-karakter Kristus, cara terbaik untuk mendapatkannya adalah mendengar suara Tuhan dan melakukannya. Mendengar saja itu tak cukup, namun kita harus melakukannya. Kisah Saul kiranya menjadi pelajaran buat kita semua untuk tak hanya yes men atau asal bapak senang tapi setengah-setengah di hadapan Tuhan. Di ceritakan Saul di suruh Tuhan melalui perantaraaan Samuel untuk menumpas orang Amalek. Perintah Tuhan sangat jelas, bunuh semuanya tanpa ampun ( I Samuel 15 : 3 ). Saul mendengarkan itu dan meresponnya, namun Saul melakukan kesalahan fatal yang membuat Tuhan meninggalkannya. Saul tidak menumpas kawanan kambing domba dan lembu-lembu terbaik dan tambun, begitu pula anak domba dan segalanya yang berharga ( I Samuel 15 : 9). Tuhan murka dan menghukum Saul dengan sangat keras. Mungkin sebagian kita berpikir kok Tuhan kejam banget, masa gara-gara masalah itu tidak ada ampun bagi Saul? Tuhan tidak kejam karena, di kisah sebelumnya yaitu di I Samuel 13 Saul sudah tidak taat. Di suruh menunggu Samuel selama 7 hari ia tidak sabar dan membakar sendiri korban persembahan. Saul tidak lulus ujian. Saul lebih menuruti egonya dan mengabaikan suara Tuhan.

Mendengar dan melakukan adalah salah satu cara untuk kita bertumbuh dalam iman kita kepada Tuhan. Dengarkan suaranya melalui berbagai media yang ada dan belajarlah melakukannya walaupun susah sehingga Tuhan disukakan oleh perbuatan kita dan karakter kita semakin serupa dengan Yesus.



Senin, 03 Mei 2010

Pemimpin Sejati


By : Richard T.G.R

Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi. Filipi 2 : 10

Bacaan : Markus 8 : 1 – 10


Dalam dunia kerja, apakah yang akan Anda lakukan jika mendapati ada salah satu karyawan Anda bermasalah? Misalnya ia melakukan penipuan pada pelanggan dengan mencatut nama perusahaan dan akhirnya harus berurusan dengan pihak kepolisian. Sebagai pimpinan kita pasti akan memberinya sanksi yang sepadan dengan tuntutan untuk memulihkan nama baik perusahaan. Itu kalau karyawan yang bersalah, tetapi bagaimana jika sebaliknya? Banyak pemimpin perusahaan yang ketika melakukan malah lepas tangan dan melemparkan tanggun jawab pada karyawannya.

Setiap pemimpin seharusnya selalu memikirkan orang-orang yang dipimpinnya dan memiliki kerelaan berkorban bagi mereka. itulah kepemimpinan yang dicontohkan Tuhan Yesus. Sebagai pemimpin, Dia berani mengambil tanggung jawab untuk segala dosa dan kesalahan yang kita perbuat melalui kematian-Nya, sekalipun sebenarnya Dia sama sekali tidak berdosa. Tidak hanya itu. Saat mendapati orang yang sakit, kerasukan setan, lapar, dan memerlukan uluran pertolongan, Dia selalu menyatakan kemurahan dengan memberikan pertolongan tanpa menunda-nundanya. Dalam Yohanes 3, kita mendapati pula bagaimana Tuhan Yesus berbincang-bincang dengan Nikodemus di malam hari (Yoh 3 : 1 – 2) tentang banyak hal. Secara manusia Yesus pasti lelah setelah seharian berkeliling untuk mengajar, tetapi kesediaan-Nya untuk menyambut Nikodemus membuktikan bahwa Dia selalu berusaha memberikan waktu untuk memberikan pengajaran kepada setiap orang yang memerlukannya.

Sebagai umat Tuhan, kita harus bersyukur karena memiliki pemimpin hidup yang sangat peduli dan penuh kasih setia. Namun, masihkah kita sekarang merendahkan diri untuk dipimpin oleh-Nya?


* Artikel ini di Muat di Renungan Harian Siang – Mei 2010

Berani Bayar Harga


By : Richard T.G.R

Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Mazmur 126 : 5

Bacaan : Mazmur 126 : 1 – 6


Pernahkah Anda menghadiri acara lelang? Dalam pelelangan, setiap benda yang ingin dijual akan ditawarkan dengan suatu harga tertentu. Orang yang ingin memilikinya harus melakukan penawaran. Pemenangnya adalah orang yang berani memberikan nilai penawaran tertinggi. Dengan kata lain, jika ingin memperoleh barang yang bagus, maka seseorang harus berani membayar harga lebih tinggi. Hidup manusia dapat diibaratkan seperti sebuah acara pelelangan. Kita penawarnya, Tuhan jurinya, dan berkat adalah obyek pelelangannya. Berkat itu bisa berupa kesehatan, materi, pasangan hidup, karier, dan masih banyak lagi yang lainnya. Apa yang kita inginkan akan diberikan-Nya, asal kita berani membayar harganya.

Kita boleh memiliki keinginan untuk menjadi milyarder seperti Donald Trump. Namun beranikah kita membayarnya dengan bekerja lebih keras dari orang lain, siap jatuh bangun, dan memiliki karakter yang pantang menyerah? Jika ingin memiliki kesehatan yang baik, beranikah kita untuk menjaga pola makan, berolahraga teratur, memperhatikan apa yang kita makan dan menjalani pola hidup sehat? Atau bila kita ingin mendapatkan pasangan hidup yang ideal. Beranikah kita untuk merubah karakter-karakter negatif dalam diri yang kerap jadi penghalang untuk berinteraksi dengan lawan jenis?

Para praktisi dunia bisnis mengenal ungkapan "Tidak ada makan siang gratis." Artinya, tidak ada sesuatu yang diperoleh dengan cuma-cuma. Setiap orang boleh menginginkan apapun, tetapi ingatlah bahwa untuk itu diperlukan kerja keras dan pengorbanan. Nah, apa yang kita inginkan saat ini? Apa pun itu, kejar dan upayakanlah dengan sungguh-sungguh. Maka seperti kata firman Tuhan, siapa yang menabur akan menuai. Apakah Anda siap menabur mulai saat ini?


* Artikel ini di Muat di Renungan Harian Siang – Mei 2010

Nilai Plus


By : Richard T.G.R

Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan. Ibrani 11 : 40

Bacaan : Ibrani 11 : 1 – 40


Saat membaca buku biografi Hugeng, seorang Kapolri yang menjabat pada era presiden Suharto, saya belajar banyak dari figur beliau. Walaupun memiliki pangkat yang paling tinggi dalam jajaran kepolisian, Hugeng tidak silau dengan kekayaan. Pernah ia menerima kiriman “upeti” beberapa motor yang anaknya sangat ingin memilikinya, namun dengan tegas ditolaknya upeti itu. Pernah juga ada pejabat yang memberinya rumah mewah lengkap dengan isinya, namun ia menolak. Hugeng tetap memilih tinggal dalam rumah dinas yang sederhana. Karena terlalu jujur dan adil, Hugeng diberhentikan dari jabatannya lebih cepat dari masa tugasnya. Walaupun hidup ala kadarnya, nama Hugeng tetap kita kenal sampai hari ini sebagai figur seorang polisi yang melindungi masyarakat dan menegakkan hukum seadil-adilnya.

Apa yang membuat nama Hugeng tetap di kenang walaupun beliau sudah lama mati? Apa yang membuat nama para nabi dan anak Tuhan seperti Habel, Henokh, Abraham dan seterusnya tercatat dalam sejarah Alkitab? Apakah karena mereka sempurna? Kita semua mengenal mereka karena mereka memiliki nilai plus yang tidak dimiliki orang lain. Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita memiliki nilai plus seperti mereka atau kita lebih suka hidup mengikuti arus dunia? Apakah kita lebih suka makan semangkuk sayuran yang kita dapat dari kerja keras yang jujur (amsal 15 : 17) or kita lebih suka menyantap semangkuk gulai kambing namun hasil KKN? Apakah kita merasa terhormat di sebut miskin namun hidup berkenan di mata Tuhan atau kita kaya namun dari cara tidak halal?

Hari ini banyak orang Kristen tahu kebenaran Firman Tuhan namun tidak mau melakukannya dan memilih mengikuti arus dunia. Bagaimana dengan kita? Apakah walaupun hidup kita miskin, pekerjaan tidak terlalu bergengsi, rumah kita sederhana, kita tetap setia melakukan Firman Tuhan? Mari kita memiliki nilai plus seperti saksi-saksi iman.


* Artikel ini di Muat di Renungan Harian Spirit Motivator – Mei 2010

Otot Rohani


By : Untung Budiono

Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan TUHAN dari pada korban.
Amsal 21 : 3

Bacaan : Yesaya 40 : 28 – 31


Saat kita pertama kali mencoba atau berlatih sesuatu, biasanya kita akan gagal atau merasa sakit saat melakukannya. Katakanlah kita melakukan fitness, pada awalnya badan kita akan pegal-pegal dan sangat cape walaupun sudah melakukan streaching. Namun setelah berkali-kali fitness, kita akan menjadi biasa dan justru enjoy mengangkat beban. Saat kita pertama kali bekerja di suatu perusahaan, kita juga merasa kaku bekerja dan serba salah, namun setelah satu atau dua bulan bekerja, biasa kita sudah bisa beradabtasi dan menikmati pekerjaan.

Girls, kalau hari ini kamu memiliki bentuk tubuh yang ideal karena rajin fitness atau enjoy secara pekerjaan karena bisa beradaptasi, otot rohanimu pun akan menjadi kuat kalau kamu mau melatihnya. Bagaimana kamu bisa mengampuni seperti Yesus kalau kamu pilih kasih dalam mengampuni? Bagaimana kamu bisa rendah hati, kalau kamu selalu marah-marah saat di kritik? Bagaimana kamu bisa dewasa secara rohani, kalau kamu pilih-pilih dalam melakukan perintah Tuhan? Bagaimana kamu bisa di sebut Kristen, kalau kamu tidak mau melakukan apa yang Yesus lakukan? Memang pada awalnya sangat menyakitkan ketika kita belajar mengampuni dengan tulus atau rendah hati. Rasa sakit itu hampir sama seperti kram otot saat kita pertama kali fitness. Namun kalau kita terus melatih otot-otot rohani kita, suatu hari kelak pasti kita bisa serupa dengan Kristus ( Matius 5 : 48).

Mengembangkan otot rohani sama seperti kita mengembangkan otot tubuh. Saat pertama kali mengembangkannya, kita akan merasa sakit, tetapi jika kita terus berlatih dan mengembangkannya, kita akan menjadi lebih kuat dan lebih kuat lagi di dalam kerohanian. Sudahkah kamu melatih otot rohanimu hari ini?


* Artikel ini di Muat di Renungan Harian Spirit Girls – Mei 2010

Indah Karena Beda


By : Richard T.G.R

Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Mazmur 139 : 14

Bacaan : I Korintus 12 : 27 – 31


Mengapa Allah nggak kasi aku kulit yang bersih, wajah cakep, badan tinggi, atau talenta kayak sodara-sodaraku yang lain? Kenapa sih aku gak sepintar teman-temanku? Mengapa aku terlahir cacat dan jadi bahan olokan? Mengapa aku gak bisa ngelakuin apa yang bisa mereka lakukan? Mengapa aku gagap berbicara padahal semua saudaraku fasih berbicara? Mungkin kamu juga pernah menanyakan hal ini kepada Tuhan. Aku sendiri juga pernah bertanya-tanya. Kenapa sih kita lahir berbeda? Bahkan perbedaan itu kadang sangat menyolok. Waktu kita jalan bareng sama keluara, kita sering dikira anak pungut. Waktu jalan bareng kakakmu, kamu dikira sopirnya. Haduh! Parah banget!

Nah, kalau udah begini, apa itu berarti Tuhan udah keliru membentukmu dalam kandungan? Jelas tidak! Yang ada justru Tuhan udah desain kamu berbeda. Mazmur bilang kalo setiap kita diciptakan-Nya secara dahsyat dan ajaib! Liat aja dunia ini. Nggak semua pohon gede kayak cemara, tapi ada juga rumput yang kecil tapi indah saat bersama jutaan temannya. Ngaak semua hewan seindah merak, tapi ada juga monyet yang cerdik, dan gajah yang kuat. Coba bayangin kalo semua orang di dunia ini pintar main musik tapi nggak ada yang bisa masak. Emang dengerin lagu bisa kenyang? Demikian juga, dunia nggak akan belajar mengasihi dan menghibur kalo semua udah lahir sempurna. Dunia gak akan belajar berempati saat semua menusia memiliki talenta yang sama.

Sebuah lukisan dikatakan indah bukan karena terdiri dari berbagai jenis warna. Yup, apapun keadaanmu hari ini, kamu adalah mahluk ciptaan Tuhan spesial karena nggak ada seorangpun yang sama persis dengan dirimu. Kamu punya dua, atau satu kemampuan yang saat ini masi biasa-biasa aja? Alkitab bilang : kerjakan itu dengan sekuat tenaga alias sebaik-baiknya. Ingat, Tuhan gak pernah menciptakan produk gagal! Biarpun dunia sering memandang kamu secara keliru, tapi Ia nggak pernah keliru saat akan rencana indah-Nya atas dirimu. So, tetap semangat dan jalani hidup ini dengan penuh sukacita.

* Artikel ini di Muat di Renungan Harian Spirit Next – Mei 2010