Website counter

Kamis, 10 Juni 2010

Tangisan Korban Tabrak Lari di Balik Terali

By : Regina Rukmorini dan Richard T.G.R

Lalu ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan. Matius 27 : 26

Bacaan : Matius 27 : 11 – 26

Asnawi (29) tertunduk di balik terali besi di ruang tahanan Pengadilan Negeri Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (01/06/2010). Warga Desa Madugondo, Kecamatan Kajoran, Magelang, ini terlihat gelisah dan tidak nyaman ketika kamera foto dan  video wartawan diarahkan ke dirinya. Tak lama, tangannya bergerak mengusap-usap air matanya. "Sudah, jangan difoto lagi," ujarnya lirih. Asnawi yang sehari-hari bekerja sebagai buruh di industri mebel Abi Furniture di Blabak, Kecamatan Mungkid, adalah korban tabrak lari. Tapi, kini ia didakwa terkait kecelakaan yang menyebabkan anak majikannya, M Muraj Mirzad (12), patah kaki kanan. Asnawi dinilai lalai sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas itu. Ia didakwa berdasarkan Pasal 310 Ayat (3) UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukumannya maksimal 5 tahun atau denda Rp 10 juta.

Kecelakaan itu berawal dari rutinitas Asnawi mengantar dua anak majikannya, Muraj dan M Ali Akbar (7), dari rumah di kawasan Blabak ke SD Negeri Muntilan. Tanggal 17 Desember 2009, sekitar pukul 06.30 WIB, dalam perjalanan menyusuri jalan Magelang – Yogyakarta, tepatnya di daerah Babrik, Desa Meduro, Kecamatan Mungkid, sepeda motor yang dikendarai Asnawi ditabrak mobil Toyota Avanza dari belakang. Asnawi, Muraj, dan Ali terlempar. Dari arah berlawanan muncul truk tronton yang kemudian melindas kaki Muraj. Akibatnya, Muraj mengalami patah kaki, Asnawi mengalami patah tulang di jari manis sebelah kanan, sedangkan Ali lecet-lecet. Avanza kabur dengan meninggalkan tiga korbannya. Sekitar sebulan setelah kejadian, Asnawi diperiksa polisi dan kemudian ditetapkan sebagai tahanan luar. Ia diwajibkan melapor dua kali sepekan. Namun sejak 3 Mei 2010, Asnawi ditahan di LP Kelas IIA Magelang. Ia pun diajukan ke persidangan.

Kemarin, Asnawi menjalani sidang di PN Kota Mungkid untuk kedua kalinya. Sidang dijalaninya tanpa didampingi kuasa hukum. Karena belum pernah terseret masalah hukum, selama proses pidana tersebut Asnawi menyatakan sedih dan takut. Ia mengaku bingung karena merasa tidak berbuat kesalahan. "Sopir truk tronton (yang menabrak anak majikannya) maupun majikan saya juga tidak menyalahkan saya dalam kecelakaan itu. Saya kan korban tabrak lari, tapi kenapa justru saya yang dimasukkan ke bui?" Keluh Asnawi. Majikan Asnawi, Joko Sunaryo (49), juga mengatakan, dia yakin karyawannya tidak bersalah. Sebab, berdasarkan penuturan Muraj, Asnawi berkendara secara benar dan tidak ugal-ugalan. "Dia sudah lima tahun bekerja dengan saya sehingga sudah seperti keluarga sendiri. Saya pun bingung dan sama sekali tidak menduga, kok, akhirnya Asnawi justru dijadikan tersangka," ujar Joko.

Wakapolres Magelang Komisaris Hindarso menyodorkan cerita dengan versi berbeda. Berdasarkan data yang dihimpun Satuan Lalu Lintas, Asnawi mendahului truk tronton. Dari arah berlawanan datang Avanza yang menyenggol sepeda motor Asnawi hingga motor terguling. "Asnawi kurang hati-hati. Kelalaiannya membahayakan nyawa orang lain dan menyebabkan penumpangnya mengalami patah kaki," ujar Hindarso. Pengendara Avanza dinilai tidak bersalah dan kaburnya pengendara Avanza dianggap suatu kewajaran. (*Sumber : Harian Kompas, Rabu, 2 Juni 2010).

Kisah Asnawi adalah sepenggal kisah di antara banyak kisah keadilan tak berpihak pada orang miskin dan tidak mengerti hukum. Keadilan terkadang tidak adil karena begitu tegas dan tajam kepada orang yang tidak mengerti hukum dan tak bisa membayar pengacara plus menyuap polisi, hakim dan jaksa NAMUN begitu tumpul ketika berhadapan dengan penguasa, orang kaya, koruptor, dan para pengusaha yang jelas-jelas mengemplang pajak. Fakta dan kenyataan membuktikan banyak kasus di rekayasa polisi demi mengejar target setoran. Orang-orang yang kritis membuka kebrobokan ini, di tangkap dan di masukkan bui dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Namun masyarakat bukan orang bodoh, sudah menjadi rahasia umum inilah wajah hukum kita. Orang benar yang menjadi korban justru dihukum dan merasakan dinginnya penjara sedangkan orang yang jelas-jelas bersalah melenggang bebas dan dengan tanpa dosa menjalani hidupnya sehari-hari. Mengapa hal ini terjadi berkali-kali? Jangan tanya saya, tanyakan pada rumput-rumput yang bergoyang atau kucing-kucing yang mengeong di atas genteng. Namun, sesungguhnya kita semua tahu jawabannya. Dunia semakin jahat dan orang tidak malu lagi berbuat jahat dan menindas sesamanya atas nama hukum.

Ketidakadilan yang sama juga terjadi dua ribu tahun lalu di muka Pilatus. Pilatus jelas-jelas tahu Yesus tidak bersalah. Yesus hanya korban kedengkian ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, namun Pilatus takut. Pilatus takut kepada manusia yang mengancam akan membuat rusuh dan berakibat jabatannya di copot. Padahal Pilatus adalah wali negeri, punya tentara yang bisa menumpas gerombolan pemfitnah, dia tahu kebenaran. Pilatus lebih takut kepada manusia dan lebih memilih mengorbankan integritasnya sebagai penegak hukum pada masa itu dengan membebaskan Yesus Barabas, seorang pengacau dan menghajar Yesus kemudian menyalibkannya. Pilatus-pilatus yang sama juga ada di sekitar kita sekarang ini, jadi janganlah heran atau merasa aneh. Lalu apa yang bisa kita lakukan supaya tetap bisa mengucap syukur di tengah ketidakadilan atau saat kita sendiri mengalami nasib seperti Asnawi? Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu (I Petrus 5 : 7) dan beranilah membela hak kita. Kalau kita tidak bersalah kita berhak membela diri dan kalau perlu mengekspos kejadian yang kita alami kepada media massa atau facebook. Jangan pernah mau dijadikan korban kalau kita tidak bersalah.

Mungkin sebagian kita beralasan ingin meniru Tuhan Yesus saat diadili yang sama sekali tidak membela diri dan mau saja di hajar kemudian di salib. Mari kita lihat dulu latar belakang Tuhan Yesus diam. Tuhan Yesus sengaja diam dan tidak melawan karena segala penyiksaan yang Dia alami untuk membebaskan kita semua dari dosa. Kalau Tuhan Yesus membela diri dan mengirim 12 pasukan malaikat, misi keselamatan yang Tuhan rencanakan akan sia-sia. Sedangkan kita berani membela hak kita karena kita tidak bersalah, bagi kita yang memiliki anak dan istri atau harus menanggung biaya hidup orang tua, kita harus memenuhi kebutuhan mereka sehingga harus bebas dari tuntutan hukum. Memang tidak mudah, namun kalau kita mau berusaha dengan ulet, niscaya keadilan berpihak kepada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar