Website counter

Kamis, 10 Juni 2010

Jika Aku Menjadi .............

By : Richard T.G.R

Pernahkah Anda membayangkan menjadi pengembala bebek, atau memiliki anak cacat mental dan Anda tak mampu membawanya ke rumah sakit jiwa karena Anda hanya orang miskin, atau pernahkah Anda membayangkan menghidupi tiga anak dengan menjadi penumbuk biji melinjo untuk di setorkan kepada pengusaha emping dan hasil kerja keras Anda menumbuk hanya di upah Rp 2000 per kilo? Saya percaya kalau Anda hanya sekedar membayangkan, Anda tak akan pernah berempati apalagi mengulurkan tangan untuk membantu karena Anda tidak pernah merasakan sendiri betapa susahnya menjadi orang miskin, betapa tidak nyamannya saat orang lain menghina kemiskinan Anda, betapa hancurnya hati seorang ayah saat melihat anaknya menderita namun dia tak mampu berbuat apa-apa. Anda akan menjadi orang yang memiliki empati saat belajar berbicara dan hidup sesuai kehidupan orang yang menderita tersebut. Anda akan tahu betapa tidak mudahnya hidup dalam penderitaan sehingga Anda bisa bersyukur akan hidup Anda sekarang.

Sebagai penulis, saya selalu belajar menyelami perasaan orang-orang tertindas dan kekurangan setiap kali menulis tentang belas kasihan. Tak cukup hanya menyelami, seringkali saya melakukan pengamatan langsung di sekitar Kota Semarang untuk bisa berempati dan tulisan yang saya tulis benar-benar hidup. Beberapa waktu lalu saat saya berdiri di depan rumah dan diam sejenak saat melihat seorang lumpuh dengan kursi roda berjalan pelan-pelan di pinggir jalan raya. Tak ada yang menuntun, namun dengan perlahan dia mendorong kursi rodanya sambil membawa aneka mainan anak-anak. Walaupun cacat, dia tak mau mengemis namun berusaha berdagang walaupun mendapat penghasilan yang tak seberapa. Hanya dengan melihat, hati saya tertusuk karena seringkali saat saya menghadapi gesekan dengan penerbit renungan saya atau rekan-reka yang "sok rohani", saya begitu mudah sakit hati. Saya belajar untuk tetap bersyukur seperti orang lumpuh yang tetap berjualan walaupun harus menggunakan kursi roda. Saya kagum dengan seorang bapak tua tuna wicara yang menjadi tukang parkir di depan apotik sugiopranoto Semarang. Walaupun bisu dan hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan peluit, dia mau bekerja menjadi tukang parkir untuk menghidupi anak istri.

Di tengah jaman yang selalu mementingkan diri sendiri, masihkah Anda mempunyai hati nurani untuk mau berempati kepada orang lain? Mari kita belajar memposisikan diri pada posisi orang lain sehingga kita bisa mengerti mengapa dia berbuat salah atau mengapa kita harus mengulurkan tangan untuk membantunya. Ketika Anda memulai aktifitas Anda hari ini, berterimakasihlah kepada Tuhan karena Ia selalu memberikan kita kesempatan untuk belajar dari kehidupan orang lain dan kita belajar mengasihi seperti Tuhan mengasihi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar