Website counter

Kamis, 03 Juni 2010

Mengenang Gesang

By : Richard T.G.R

Ratusan orang melepas kepergian Gesang Martohartono, baik saat hendak disemayamkan di Pendapi Gede, Balaikota Solo, maupun saat berangkat menuju tempat peristirahatan terakhirnya di TPU Pracimaloyo, Makamhaji, Sukoharjo. Gesang meninggal 20 Mei 2010 lalu di RS. PKU Muhammadiyah, Solo, pukul 18.07, akibat penyakit komplikasi jantung dan infeksi saluran pernafasan yang terus menggerogoti tubuhnya dalam usia 92 tahun. Lahir di Solo, 1 Oktober 1917, Gesang meninggalkan kesan mendalam, tidak hanya di hati masyarakat Solo, namun juga di hati masyarakat dunia. Lagu Bengawan Solo yang diciptakannya memberi nama harum pada Gesang sampai akhir hayatnya. Lagu itu bahkan sempat terkenal di Jepang, Gesang pernah menerima penghargaan dari Kaisar Akihito, serta OISCA Internasional, badan di bawah PBB. Gesang, anak kelima dari 10 bersaudara yang bernama kecil Soetadi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan rendah hati meski ketenaran telah menyelimutinya. Gesang menjadi tempat konsultasi bagi warga kampung yang belajar keroncong. Gesang paling suka tahu bacem saat pergi ke angkringan. Gesang pada masa remajanya jago bermain layangan. Pernah dalam sekali bermain, Gesang menang 35 kali sehingga di segani kawan-kawannya. Ia juga suka memelihara burung, kesukaannya burung kacer merah. Setelah tidak kuat mengangkat sarang, ia memelihara ikan.

Gesang dalam banyak kesempatan selalu meminta agar keroncong dilestarikan. Pesan ini ia berikan kepada siapa saja, mulai dari keponakannya, anak-anak sekolah yang sering datang ke rumahnya, produser Hendarmin Susilo, penyanyi keroncong Waldjinah dan Sundari Soekotjo, hingga penyanyi muda Bondan Prakoso. Gesang bahkan merelakan sebagian royaltinya untuk di gunakan mengembangkan keroncong. Tak heran jika Gesang di usulkan mendapat gelar pahlawan nasional. Meski ia tidak mengangkat senjata, namun kiprahnya lewat lagu-lagu keroncong yang diciptakannya, terutama Bengawan Solo telah membawa nama Indonesia di kenal banyak negara. Lagu Bengawan Solo telah dialihbahasakan ke 13 bahasa asing, diantaranya Jepang, Mandarin, Inggris dan Belanda.

Beberapa karya lagu atau musik yang di ciptakan Gesang antara lain : keroncong Piatu (1938), keroncong Roda Dunia (1939), Bengawan Solo (1940), Saputangan (1941), Tirtonadi (1942), keroncong Pemuda Dewasa (1942), Jembatan Merah (1943), Dongengan Jawa (1950), Sebelum Aku Mati (1962), keroncong Bumi Emas Tanah Airku (1963), keroncong Tembok Besar (1963), Langgam Luntur (1970), Seto Ohashi (1988) diterjemahkan dalam bahasa Jepang. Beberapa penghargaan yang di raih Gesang antara lain : Pemda Kota Solo mengangkat Gesang sebagai Warga Kota Teladan kelas II (1973), Piagam dari Komando Wilayah Pertahanan II (1976), Piagam Hadiah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1977), penghargaan TVRI Stasiun Yogyakarta (1978), piagam penghargaan dari OISCA Internasional Indonesia (1978), hadiah Rumah Perumnas Palur dari Gubernur Jawa Tengah (1979), Jepang mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo yang pengelolaannya di danai oleh dana Gesang, yakni sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang (1983), penghargaan PWI HUT XXXIX dan HUT VI Museum Pers Nasional (1985), penghargaan Wali Kota Surakarta dalam rangka Fespic Games IV (1986), bintang penghargaan dari Kaisar Akihito, Jepang (1992), Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden RI (1992), meraih penghargaan khusus pada kategori The Legend dalam AMI Samsung Award (2004), penghargaan Special Achievement For A Lifetime dalam acara 1st Bali Music Award (2005), mendapat Anugerah Sapolos Award (2006), menerima Piala Metronome dari Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Penata Musik Indonesia (2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar