Website counter

Senin, 01 November 2010

Sebuah Kata Maaf

Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa. Yakobus 4 : 17

Bacaan : Yakobus 4 : 13 – 17

Akhir bulan Oktober 2010 kemarin, saya donor darah di PMI Cabang Semarang. Seminggu sebelum donor, saya membuat janji dengan seorang teman untuk kami bisa donor bersama-sama dan dia menyanggupi. Namun di H, saya terpaksa kecewa karena teman saya ini membatalkan niatnya untuk donor darah. Pada mulanya dia berusaha mengulur-ulur waktu dengan alasan hendak menagih uang pembayaran pudding ke para pelanggannya, selang satu jam dia kembali beralasan belum bisa keluar kantor. Selang setengah jam kemudian dia membatalkan niatnya untuk donor dengan alasan sibuk mengurusi barang datang. Minggu sebelumnya saya pun dibuat panas hati olehnya karena acara pertemuan kami secara tidak langsung di undur-undur olehnya dengan alasan hendak mengajar orang Alkitab, yang ujung-ujungnya saya batalkan secara sepihak karena kebetulan kami sama-sama diminta pada hari itu untuk rapat persiapan pernikahan seorang teman. Jujur, rasa hormat saya kepada teman saya ini berkurang drastis. Bukan karena dia mengulur-ulur waktu dan membatalkan janji, namun karena tak ada satupun kata maaf saat dia mencoba mengulur-ulur waktu atau saat membatalkan janji. Sebuah kata maaf walaupun kelihatannya sepele, namun bagi saya merupakan satu hal yang sangat sensitif.

Ukuran kedewasaan seseorang tidak diukur dari bertambahnya usia, namun dari penerimaan akan tanggung jawab dan menepati janji. Memang tidak mudah saat kita berjanji dan berusaha menepatinya sebagai wujud tanggung jawab. Ambillah contoh kita berjanji di hari H akan donor darah, namun ada kendala di sana sini yang menghalangi kita untuk bisa donor. Kedewasaan kita akan di uji di situ. Apakah kita berusaha menepati janji itu di saat itu juga, atau kita membatalkan dengan cara baik-baik. Mengapa hari ini banyak fenomena orang tua minggat dari rumah tanpa peduli nasib anak dan istri karena terlilit hutang, atau anak minggat dari rumah karena berbagai faktor? Kalau ditelusuri secara detail, akar masalah terletak pada seberapa seseorang mau bertanggung jawab. Apakah orang ini berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan segala konsekuensi yang ada atau lari dari masalah? Hari ini terlalu banyak orang yang "sok rohani" namun dalam kehidupan nyata tidak bisa mempraktekan firman Tuhan, terutama dalam masalah menepati janji. Istilah jam karet menjadi biasa di Indonesia karena lebih banyak orang suka mengulur-ulur waktu dengan berbagai macam alasan, bahkan tak sedikit yang membawa-mbawa nama Tuhan dan pelayanan untuk membenarkan ketidakdisiplinannya, daripada orang yang disiplin menepati janji.

Menepati janji adalah salah satu ciri bertanggung jawab dan dewasa secara rohani. Anda ingin orang lain menghormati Anda dan melakukan apa yang sesuai dengan apa yang Anda inginkan? Belajarlah menjadi orang yang bertanggung jawab dalam apapun yang Anda putuskan dan kerjakan. Beranilah meminta maaf jika tidak bisa menepati janji atau melakukan kesalahan dan hargailah orang lain apapun posisinya kalau Anda sendiri ingin dihargai. • Richard T.G.R

Tidak ada komentar:

Posting Komentar