Website counter

Kamis, 29 April 2010

Mentalitas Pecundang

Blue Print
By : Richard T.G.R

Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: "Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itu pun jatuh kepadanya." I Samuel 18 : 8

Bacaan : I Samuel 18 : 6 – 30


Kota Semarang baru saja melakukan pemilihan Walikota dan salah satu kandidat di nyatakan menang. Walaupun sudah jelas siapa menang siapa kalah dan Pilwakot sudah selesai, rupanya dampak kompetisi pemilihan Walikota masih berujung panjang. Dua orang kandidat yang kalah tidak bisa menerima kekalahan dan melayangkan gugatan ke MK walaupun materi gugatan yang di ajukan tidak cukup kuat. Tradisi menggugat hasil pemilihan walikota di Kota Semarang seakan sudah menjadi tradisi. Calon yang kalah biasanya tidak bisa menerima kekalahan dan mencari-cari alasan agar pemilihan di ulang kembali. Sebetulnya sudah menjadi rahasia umum kalau mereka menggugat karena tak rela kehilangan duit secara sia-sia sebanyak milyaran rupiah. Kita semua tahu untuk menjadi pemimpin sekelas bupati, walikota atau gubernur, perlu duit yang tidak sedikit untuk kampanye dan menarik simpati masyarakat.

Beda tapi sama, nasib yang sama di alami para pelajar setingkat SMA kita yang baru saja menerima hasil Ujian Nasional (UN). Banyak sekali pelajar yang tidak lulus karena berbagai sebab. Efek ketidaklulusan ini tak main-main. Banyak pelajar di beberapa sekolah mengamuk dan melempari sekolahnya sendiri dengan batu. Tak sedikit yang histeris dan pingsan karena tidak kuat menahan malu ketika tahu dirinya tak lulus ujian dan otomatis tak bisa masuk perguruan tinggi. Ada juga beberapa siswa yang depresi dan masuk RSJ karena beban mental yang terlalu berat. Ada pula pelajar yang nekat melakukan bunuh diri ketika menerima pemberitahuan dirinya tak lulus UN. Ini kenyataan yang tragis, namun kiranya menjadi pembelajaran untuk kita semua bahwa hasil sebuah kompetisi atau ujian hanya ada dua. Menang atau kalah dan lulus atau tidak lulus. Kita harus selalu memiliki kebesaran hati untuk menerima segala kemungkinan. Saat menang kita tidak takabur, saat kalah kita bersikap legowo alias berlapang dada dan menerima kekalahan dengan gentle dan memperbaiki diri agar kelak saat berkompetisi bisa menang.

Apa akar masalah sehingga para pemimpin kita yang berkompetisi atau pelajar kita yang mengikuti ujian tak bisa menerima kekalahan? Karena mereka tidak memiliki sikap legowo alias tidak bisa menerima kekalahan. Mereka terlalu percaya diri pasti menang, terlalu percaya diri bahwa dirinya yang terbaik, terlalu percaya diri pada pemikiran diri sendiri. Sehingga, saat kenyataan berbicara atau prediksi serta impian mereka hancur, mereka tidak terima. Tentu ini bukan contoh yang baik untuk kita tiru. Mentalitas pecundang seharusnya kita buang dan kita ganti dengan mentalitas legowo. Kita semua tentu masih ingat pemilihan presiden Amerika Serikat yang di ikuti Obama dan M. Cain pada tahun 2008? Kedua kandidat ini bersaing ketat dan sama-sama memiliki track record yang membanggakan. Saat pemilu selesai dan Obama dinyatakan menang, M. Cain dengan legowo mengumpulkan pendukungnya dan mengadakan jumpa pers. Dengan lapang dada beliau memberikan selamat kepada Obama dan mengajak semua pendukungnya mendukung Obama dan pemerintahan yang kelak akan di pimpinnya. M. Cain juga mengucapkan terima kasih kepada rakyat Amerika dan simpatisannya yang mengikuti pemilu itu dengan baik.

Kekalahan memang menyakitkan, namun sikap legowo akan membuat kita di puji banyak orang. Seluruh dunia tidak mengejek M. Cain karena kalah justru sebaliknya memuji sikapnya yang mau menerima kekalahan. Kalah tidak selalu hancur, seringkali kekalahan justru membuat orang lain tahu bahwa diri kita memiliki karakter yang bagus, karakter yang tetap memberikan inspirasi walaupun sedang kalah. Hari ini bagaimana dengan Anda? Apakah Anda termasuk orang yang legowo atau orang tak bisa menerima kekalahan? Manakah yang Anda tiru, sikap M. Cain yang legowo atau Saul yang sangat membenci Daud karena tak bisa menerima kenyataan Daud lebih baik dari dirinya? Sehebat apapun diri Anda dan saya, akan selalu ada orang yang lebih hebat maupun lebih rendah di banding kita. Sikap tak bisa menerima kekalahan hanya akan menjadi senjata makan tuan kalau tidak segera kita buang. Belajar dari pengalaman raja Saul, mari kita belajar bersikap ksatria dalam kompetisi hidup apapun yang kita ikuti. Saat menang, janganlah kita takabur dan menganggap diri kita yang paling baik. Saat kalah, jangan mendendam dan membenci sang pemenang, namun belajarlah menerima kekalahan dengan lapang dada dan terus memperbaiki diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar