Website counter

Kamis, 30 Juni 2011

Belajar dari Maleo


Baca : Ayub 2 : 1 – 10
Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. Ayub 2 : 10

Burung Maleo (Macrocephalon maleo) adalah satwa endemik Pulau Sulawesi, yang habitatnya di daerah berpasir dekat sumber panas bumi. Tanah yang hangat digunakan untuk mengubur telurnya hingga menetas. Telur maleo berukuran sekitar 5 kali ukuran telur ayam dengan berat kurang lebih 230 gram. Anak maleo yang baru menetas harus berjuang keluar dari dalam tanah sekitar 50 cm tanpa bantuan induknya. Ciri-ciri fisik burung maleo adalah mempunyai jambul berwarna hitam di kepala, lingkaran mata kuning, dada bawah merah muda keputihan, kaki berwarna abu-abu, dan berat maleo dewasa bisa mencapai 3 kg dengan panjang kurang lebih 23 cm dari paruh sampai ekor. Burung maleo semakin langka karena sifatnya yang setia kepada satu pasangan dan burung ini tidak akan bertelur lagi setelah pasangannya mati.

Burung Maleo mengajarkan kepada kita arti kesetiaan kepada pasangan dalam segala keadaan. Di dalam Alkitab, kita pun bisa belajar tentang kesetiaan kepada pasangan melalui Ayub. Dari Ayub, kita tak hanya bisa belajar keteguhannya mengikut Tuhan dalam segala keadaan, namun kesetiaannya kepada sang istri. Saat Ayub ditimpa musibah, Alkitab mencatat istrinya justru menyuruh Ayub mengutuki Allah dan mati saja. Walaupun perkataan sang istri sangat keras, Ayub tidak balas memaki sang istri atau menceraikannya. Ayub justru menjawab dengan kata-kata yang mengajarkan kepada istrinya dan kita semua untuk tak hanya mau menerima sesuatu yang baik saja dari Allah dan Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. Setiap orang bisa dengan lantang berkata dirinya adalah seseorang yang setia. Baik itu kepada Tuhan, kepada pasangan, kepada perusahaan, atau kepada gereja. Puji Tuhan kalau kita sangat yakin diri kita adalah sosok yang setia, namun kesetiaan itu tak cukup hanya dimulut saja. Kesetiaan itu harus dibuktikan dalam berbagai kondisi, bahkan dalam kondisi yang terburuk.

Kesetiaan kita kepada Tuhan, pasangan atau kepada siapapun, akan terbukti kualitasnya saat kita tetap setia walaupun harus mengalami penderitaan dan aniaya. Orang-orang dunia begitu mudah kawin cerai, berkhianat kepada pasangan, atau mencuri uang perusahaan karena mereka memandang rendah kesetiaan. Sebagai anak Tuhan, mari buktikan bahwa kita berbeda dengan cara kita senantiasa setia mengikut Tuhan, setia kepada pasangan, dan setia kepada janji yang telah kita ucapkan pada seseorang atau lembaga. • Richard T.G.R

Pertanyaan     : Apakah aku pasangan yang setia?
Aplikasi          : Jadilah pribadi yang setia.
Doa                 : Tuhan, ajar aku untuk bisa menepati segala janjiku. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar