Website counter

Minggu, 23 Mei 2010

Belas Kasihan


By : Richard T.G.R

Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu. Amsal 19 : 17

Bacaan : Matius 9 : 35 – 38


Sebagai seorang penulis, saya suka melihat acara reality show "Minta Tolong". Acara yang biasanya diadakan di daerah Jawa Tengah seperti Solo dan Semarang mengajarkan kepada kita untuk memiliki empati dan belas kasihan kepada orang lain, terutama orang yang sama sekali tidak kita kenal. Karena sering melihat acara ini, saya pun belajar dari setiap kisah yang ada. Saya belajar bahwa untuk menolong itu tidak harus menunggu kita kaya atau berkelimpahan terlebih dahulu, namun tolonglah orang yang bisa kita tolong walaupun diri kita kekurangan. Dalam salah satu acara, ada seorang ibu penjual es yang berjualan di tepi jalan di daerah Kota Solo. Hari itu dagangannya sedang sepi, hanya mendapat uang empat puluh ribu rupiah. Mendadak, seorang anak memakai dua tongkat penyangga mendatanginya untuk menjual radio bekas yang jadul. Anak ini beralasan menjual radio itu untuk menebus obat untuk ibunya di apotik. Ibu ini lalu bertanya mau di jual berapa radio itu. Sang anak menjawab tiga puluh dua ribu. Walaupun duitnya pas-pasan, ibu penjual es ini mau membeli radio itu walaupun radio itu mungkin sudah mati. Ketika di akhir acara dia ditanya mengapa mau membeli, dengan singkat dia menjawab bahwa walaupun dia kekurangan, namun dia kasihan melihat ternyata ada orang yang jauh lebih kekurangannya darinya.

Inilah realita yang terjadi di sekitar kita, orang yang kita anggap miskin dan berkekurangan justru jauh lebih memiliki empati dan belas kasihan daripada orang-orang yang sok kaya namun pelitnya setengah mati. Hal yang sama juga terjadi dalam Kekristenan, hampir semua orang Kristen tahu apa itu mengasihi, namun berapa banyak diantara kita mempraktekkan apa itu kasih? Saya sebagai orang Kristen pernah mengalami apa itu belas kasihan. Pada tahun 2006, saya sedang naik sepeda di salah satu jalan besar Kota Semarang. Mendadak rangka depan sepeda saya patah sehingga saya jatuh terhempas ke depan. Sepeda saya patah menjadi dua dan wajah saya babak belur karena membentur aspal. Orang-orang di sekitar tempat kejadian segera menolong dan memenangkan saya yang sedikit shock. Saat bengong, mendadak seorang ibu pedagang kaki lima yang berjualan di tempat itu menghampiri saya dan memberikan segelas air minum kemasan.

Melihat darah yang terus mengucur di dagu saya, dia lalu mengangsurkan minyak tawon untuk menghentikan pendarahan. Ketika saya sudah tenang dan akan pulang, saya bertanya berapa saya harus membayar. Ibu itu mengatakan tidak usah, dia berkata itu semua gratis. Saya mengucapkan terima kasih untuk kebaikannya dan langsung pergi ke rumah sakit. Saya mendapat beberapa jahitan di UGD RS. Telogorejo Semarang. Kebaikan hati ibu tua itu masih terus saya ingat dan sharingkan pada beberapa tulisan saya. Cerita berkebalikan terjadi pada beberapa rekan-rekan gereja saya, ketika melihat saya nongol dengan penampilan baru, mereka justru tertawa melihat hal ini. Bukannya berempati malah menjadikan saya bahan kelakar. Bahkan ada seorang jemaat yang sudah menikah dengan tanpa perasaan berkata "kok nggak mati aja waktu itu, kan jalanan sangat ramai karena jam pulang kerja." Deg! Saya langsung sakit hati mendengar kata-katanya. Mungkin dia berniat bercanda, namun ia menunjukkan bahwa dia orang yang tidak punya empati. Saya hanya bisa tertawa getir untuk meredam emosi yang hampir meledak.

Lalu apa alasan mendasar orang enggan atau tidak mau menolong padahal sebetulnya mampu? Macam-macamlah alasannya. Ada yang beralasan buat kebutuhan sendiri saja masih kurang, kalau membantu orang lain semakin kurang. Orang seperti ini biasanya hidupnya sesuai omongannya, selalu berkekurangan. Saya bisa berkata seperti itu karena salah seorang jemaat gereja saya adalah pelakunya. Dia paling perhitungan dalam memberi. Selama lima tahun saya mengenalnya, hidupnya selalu berkekurangan karena dia sendiri enggan memberi kepada orang lain. Setiap usaha yang dirintisnya selalu gagal, dan beberapa kali dia keluar masuk perusahaan karena berbagai sebab. Berkat Tuhan seakan tertahan padahal tiap minggu dia ke gereja, hal ini bisa terjadi karena dia menahan berkat untuk orang lain sehingga Tuhan pun menahan berkatnya. Ada lagi orang yang beralasan, bukan urusannya, sibuk mengurusi gereja, dan alasan yang paling mendasar adalah kasih yang menjadi dingin. Kita hanya tahu kasih secara teori, namun sangat susah mempraktekkannya.

Bagaimana dengan Anda hari ini, apakah Anda masih memiliki belas kasihan? Untuk menolong orang lain, semuanya muncul dari hati. Kalau Anda memang berniat untuk menolong, walaupun Anda miskin dan berkekurangan pasti Anda akan membantu semampu yang bisa Anda berikan. Namun, kalau memang pada dasarnya Anda orang yang tidak punya empati dan belas kasihan, sekaya apapun Anda akan susah untuk memberi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar