Website counter

Kamis, 30 September 2010

Setia Kawan

Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorang pun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya. Ayub 2 : 13

Bacaan : Ayub 2 : 1 – 13

Bulan Juni 2010 lalu, saya mengikuti fun bike yang bertema birukan langitku di Kota Semarang. Ribuan peserta dari seluruh Jawa Tengah bahkan Cirebon, Jawa Barat, turut serta berkeliling kota menempuh jarak kurang lebih 15 kilometer. Ada kejadian menarik saat saya mengikuti acara tersebut. Di tengah perjalanan, sekitar 8 kilometer dari finish, ada salah satu peserta dari suatu komunitas sepeda mengalami masalah pada ban sepedanya sehingga terpaksa berhenti di sebuah tukang tambal ban untuk diperbaiki. Rekan-rekannya yang satu komunitas dengannya serentak satu demi satu menepi dan menemaninya sambil menunggu ban sepedanya di perbaiki. Mereka tidak egois jalan terus sampai finish dan mengikuti berbagai acara yang menarik dan dapat hadiah, namun mereka berhenti dan menemani. Susah senang di tanggung bersama, itulah pesan yang mereka ajarkan pada saya ketika melihat kejadian itu.

Setiap kita tentu ingin memiliki komunitas atau teman yang setia. Kita berharap teman-teman kita tak hanya ada saat kita senang dan berkelimpahan, namun juga selalu ada saat kita susah. Saya percaya setiap kamu pasti memiliki teman-teman yang setia, namun sudahkah diri kita menjadi sahabat atau teman yang setia? Apakah kita selalu ada dan rela menjadi tempat curahan hati ketika teman-teman kita mengalami beban dalam hidupnya? Apakah kita turut menangis saat teman kita menangis dan ikut serta menanggung bebannya? Apakah kita mau berkorban melihat teman kita butuh pertolongan? Apakah kita peka akan keadaan teman kita walaupun dia tidak mengatakannya?

Kisah setia kawan sejati diajarkan ketiga sahabat Ayub saat mendengar kabar yang menimpa Ayub. Dari tempat yang jauh, mereka datang dan berempati dengan keadaan Ayub. Mereka duduk bersama dengan Ayub yang sakit kusta selama 7 hari 7 malam lamanya sebagai bukti mereka turut merasakan apa yang Ayub rasakan. Setia kawan hanya terbukti dan menjadi inspirasi banyak orang kalau kamu melakukannya dalam tindakan nyata. Sudahkah kamu menjadi anak Tuhan yang setia kawan? • Richard T.G.R


* Tulisan ini dimuat di Renungan Spirit Girls – Rabu, 15 September 2010

Hidup dalam Kasih

Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Matius 22 : 39

Bacaan : Matius 22 : 34 – 40

Hidup dikelilingi orang yang kita kasihi dan mengasihi kita, ternyata tidak hanya dapat membuat hati senang dan damai namun membuat tekanan darah menurun. Sebuah penelitian yang di lakukan State University of New York di Oswego menemukan fakta bahwa orang yang tinggal dengan pasangannya atau dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mengasihinya memiliki tekanan darah lebih rendah di banding mereka yang menghabiskan waktu sendirian. Satu lagi penelitian yang menguatkan fakta di atas adalah studi Dr. Ester Sternberg, ahli neuroendokrinologi di National Institute of Health sekaligus penulis buku The Balance Within: The Science Connecting Health and Emotions. Penelitian tersebut menemukan kalau rasa kesepian dapat meningkatkan tekanan darah.

Jauh sebelum berbagai penelitian tentang manfaat mengasihi dan di kasihi di lakukan, Tuhan sudah membuat suatu hukum yang sangat sederhana agar kita sehat lahir dan batin yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan dan dengan segenap akal budi, dan mengasihi sesama manusia seperti kita mengasihi diri sendiri. Kalau kita sudah melakukan kedua hal diatas, maka segala hukum Tuhan sudah kita lakukan. Sederhana bukan? Kita semua sesungguhnya tahu bahwa mengasihi itu baik, namun kebanyakan kita lebih suka memendam amarah dan kebencian karena berbagai sebab. Kita merasa rugi kalau mengampuni, kita tak rela memberi maaf karena merasa terlalu murah, dll.

Mengasihi atau membenci, memaafkan atau membalas kejahatan, itu semua pilihan Anda. Kalau Anda mau mengasihi maka damai sejahtera dan kasih yang akan Anda terima baik di bumi maupun di surga, namun kalau memilih membenci dan menyimpan kepahitan maka tekanan batin dan berbagai penyakit yang akan Anda terima. Alangkah bijaksananya kalau kita mengasihi dalam segala keadaan karena itulah yang membuat hidup kita di berkati dan menjadi berkat. • Untung Budiono


* Tulisan ini dimuat di Renungan Spirit – Sabtu, 11 September 2010

Iman

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Ibrani 11 : 1

Bacaan : Ayub 1 : 1 – 22

Osteoporosis adalah pengeroposan tulang yang ditakuti banyak orang yang sudah berusia lanjut. Osteoporosis membuat tulang kita rapuh sehingga mudah patah saat jatuh atau terbentur sesuatu, membuat punggung bungkuk dan tidak bebas bergerak. Supaya tidak osteoporosis, pencegahan sejak muda terbukti ampuh. Kalau sejak muda kita rajin mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak kalsium seperti susu, sayuran hijau seperti bayam, brokoli, daun lamtoro, daun talas, buah-buahan seperti apel, pisang, dan kacang-kacangan, tulang akan kuat. Kekuatan tulang Anda tak akan terbukti saat usia masih muda, namun kekuatan itu terbukti saat tua.
Sama seperti kekuatan tulang yang teruji ketika usia sudah tua, iman kita juga akan terbukti saat badai masalah datang. Saat semuanya berjalan baik, kita bisa dengan penuh percaya diri berkata "Tuhan itu baik", namun masihkah Anda mengucapkan kalimat yang sama kalau mendadak rumah Anda ludes karena kebakaran, anak Anda kecanduan narkoba atau seks bebas, atau istri atau suami Anda meninggal karena kecelakaan? Untuk mengerti arti iman, mari kita belajar dari Ayub. Tak ada manusia yang di puji Tuhan dihadapan iblis seperti Ayub. Tuhan berani membanggakan Ayub karena Tuhan tahu kualitas Ayub, dan terbukti ketika iblis merampas semua yang Ayub miliki plus kesehatannya, Ayub tetap setia (Ayub 2 : 10).

Hari ini bagaimana dengan Anda? Apakah dimasa yang nyaman Anda memperkuat iman Anda dengan mengenal dan mempraktekan firman-Nya sehingga saat badai masalah datang, Anda tetap kuat? Mari kita meneladani Ayub untuk tetap setia dalam segala keadaan. Kuatkan selalu iman Anda dengan terus menggali isi Firman Tuhan, sehingga saat ujian datang, Anda tetap didapati setia dan teguh berdiri. • Richard T.G.R


* Tulisan ini dimuat di Renungan Musa – Sabtu, 11 September 2010

Tuan Rumah Piala Dunia



Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya. Amsal 11 : 3

Bacaan : Amsal 11 : 6

Piala Dunia pertama kali berlangsung pada tahun 1930, dan sejak saat itu diadakan setiap 4 tahun sekali, kecuali ketika perang dunia II terjadi. Jutaan orang di seluruh dunia akan mengikuti peristiwa ini melalui televisi, radio dan internet. Sebanyak 16 negara pernah menjadi tuan rumah piala dunia yaitu Amerika Serikat, Meksiko, Cile, Brazil, Uruguay, Argentina, Spanyol, perancis, Inggris, Swedia, Jerman, Italia, Swiss, Afrika Selatan, Jepang dan Korea Selatan. Umumnya setiap negara menjadi tuan rumah sekali, namun Perancis (1938,1998), Jeman (1974,2006), dan Italia (1934, 1990) pernah dua kali menjadi tuan rumah. Brazil akan masuk kategori ini ketika negara itu menjadi tuan rumah Piala Dunia tahun 2014.

Tentang negara pemenang Piala Dunia, Brazil adalah negara yang paling banyak memenangi turnamen ini, yaitu 5 kali, disusul dengan Italia (4) dan Jerman (3), Argentina dan Uruguay masing-masing 2 kali, sementara Inggris dan Perancis 1 kali. Jagoan Kristus, untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia, sebuah negara yang terpilih harus mempersiapkan diri dalam segala hal untuk bisa menyelenggarakan dengan baik even ini bertahun-tahun sebelumnya. Kalau kamu bercita-cita menjadi pemain bola yang hebat dan bisa tampil di piala dunia, kamu harus mempersiapkan diri sebaik mungkin sejak sekarang. Jangan pernah bermain curang atau suka marah-marah seperti kebanyakan pemain di negeri kita. Belajarlah bermain dengan fair dan sportif sehingga kawan maupun lawan menghargai kemampuanmu. • Richard T.G.R


* Tulisan ini dimuat di Renungan Spirit Junior – Senin, 6 September 2010

Tepat Guna



Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar. Roma 12 : 7

Bacaan : Roma 12 : 1 – 8

Pernahkah Anda melihat tayangan MotorGP atau F1? Dalam pertandingan F1, mobil-mobil balap semacam Ferrary, Lamborgini, atau Mercedes, tentu di desain untuk bisa melaju sangat kencang bahkan di tikungan tajam sekalipun. Untuk bisa mengemudikan mobil balap atau motor balap seperti ini, tentu sang pengemudi bukanlah sembarang supir. Sang pengemudi haruslah orang seperti Rio Haryanto, Valentino Rossi atau Jorge Lorenzo . Kalau yang mengemudi hanya supir biasa, atau saya, tentu sang mobil balap tak akan berfungsi maksimal. Mobil itu hanya berjalan pelan atau mungkin menabrak ke sana ke mari karena tidak di kemudikan orang yang tepat.

Sama seperti mobil atau motor balap yang hanya bisa berlari kencang dan menang kalau di kemudikan seorang pembalap profesional, talenta yang kita punya pun mengalami hal yang sama. Masing-masing kita memiliki talenta yang berbeda-beda namun luar biasa, namun berapa banyak di antara kita justru mengingini talenta orang lain dan tidak memaksimalkan diri sendiri. Umpama kita sadar talenta kita ada di bidang tarik suara, namun kita justru ingin menjadi penulis, alhasil kita selalu gagal. Atau kita sebetulnya sangat jago memasak, namun kita mengingini talenta teman kita yaitu menyanyi padahal suara kita pas-pasan. Hasilnya kita tak pernah sukses menjadi penyanyi hebat. Ingin mengembangkan atau belajar suatu talenta yang lain boleh-boleh saja, namun jangan kita tidak memaksimalkan talenta yang sudah menjadi kekuatan kita. Jangan iri dan mengingini talenta orang lain.

Tuhan ingin kita maksimal dalam menjalani hidup baik dalam membina keluarga, karir dalam pekerjaan atau pelayanan gereja, semuanya harus bertumbuh dengan baik. Pertumbuhan yang baik harus di tunjang dengan cara kita memaksimalkan kendaraan untuk kita berhasil berbuah dan sukses yaitu talenta kita sendiri. Apapun talenta Anda saat ini, terus asah dan kembangkan semaksimal mungkin. Ibarat mobil balap, pacu mobil atau talenta itu sekencang mungkin sampai batas kecepatan tertinggi karena dengan berani memacunya semaksimal mungkin kita akan menjadi pemenang dalam apapun pekerjaan atau pelayanan yang kita tekuni saat ini. • Richard T.G.R

* Tulisan ini dimuat di Renungan Spirit Motivator – Senin, 6 September 2010

Tetap Tabah



Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku." I Raja-raja 19 : 4

Bacaan : I Raja-raja 19 : 1 – 8

Seorang pengendara di kota Aucland, Selandia Baru, yang terjebak setelah mobilnya terbalik, membuka sekaleng bir ketika sedang menantikan pertolongan datang. Paul Nigel Sneddon, sang pengemudi, dinyatakan bersalah karena telah mengendarai mobilnya dengan ceroboh dan mabuk dengan kandungan alkohol tiga kali lipat dari yang diperbolehkan. Polisi mendapati Sneddon terjebak didalam mobilnya dan minum sekaleng bir lagi setelah dia gagal membelok dengan tepat karena pengaruh alkohol dan akhirnya membuat mobilnya terbalik dan menabrak pembatas kayu. Pengadilan menyatakan dia bersalah karena fakta-fakta tersebut. Pengacaranya, Peter Young, menyatakan ketika Sneddon tidak berhasil membuka pintu mobilnya, tidak ada yang dapat dilakukannya pada saat itu selain membuka sekaleng bir lain. Ketika ditanya polisi berapa banyak bir yang telah di tenggaknya, Sneddon mengatakan, "banyak, saya sudah minum selama empat hari berturut-turut." Sneddon mengatakan, dia minum karena dipecat dari pekerjaannya di sebuah toko roti dan pada saat yang sama menerima kabar bahwa ayahnya divonis menderita kanker prostat.

Keluarga yang dikasihi Tuhan, setiap kita tentu memiliki masalahnya masing-masing dan kadangkala masalah yang datang seakan melebihi kekuatan kita untuk menanggungnya. Kita merasa stress, marah, tertekan, terbuang atau malu karena tekanan yang menimpa kita. Kita merasa seakan sudah tak ada jalan keluar dan tak sedikit diantara kita memilih menenggelamkan diri dalam kesedihan atau mencari pelarian ke hal-hal negatif seperti mabuk-mabukan, prostitusi, mengkonsumsi obat terlarang atau yang paling tragis kita memilih bunuh diri. Memang ketika kita mencari pelarian, masalah seakan terlupakan. Namun, masalah itu tak akan pernah selesai karena kita belum menyelesaikannya. Jalan terbaik untuk kita bisa kuat dan menemukan jalan keluar adalah datang pada Tuhan. Elia pernah mengalami masa di mana dia merasa sangat tertekan dan ingin mati. Namun saat dia mau datang pada Tuhan setelah berjalan empat puluh hari empat puluh malam ke gunung Horeb, dia kembali kuat. Anda merasa sangat terbeban berat? Datanglah pada Tuhan karena Dia adalah sumber jalan keluar. • Richard T.G.R


* Tulisan ini dimuat di RHK Aletea – Kamis, 2 September 2010

Sendok Kebahagiaan

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Filipi 4 : 4

Bacaan : Filipi 4 : 2 – 9

Di tangan Paulo Coelho, pemikir dan novelis kelahiran Rio de Janeiro, sendok makan pun bisa digunakan untuk memberi pencerahan. Dalam tulisannya yang berjudul "All The Marvels of The World", dikisahkan pengembaraan seorang pemuda mencari arti kebahagiaan. Dalam pencariannya, dia menemui petapa di sebuah puri kuno di puncak bukit. Bertanyalah ia kepada Sang Petapa, apa arti kebahagiaan. "Sebelum menjawab pertanyaanmu, silahkan melihat-lihat rumahku dulu. Tak usah buru-buru." Sang Petapa lalu memberinya sebuah sendok makan berisi beberapa tetes minyak. "Bawalah ini sambil berjalan-jalan. Awas, jangan sampai minyaknya tumpah." Si pemuda menuruti perintah. Ia keluar masuk kompleks puri abad pertengahan yang indah itu. Namun karena konsentrasinya terpaku pada sendok berisi minyak tersebut, ia tidak bisa menikmati apa yang dilihat. Beberapa jam kemudian Sang Petapa bertanya, "Apakah kamu sudah masuk ruang perpustakaanku? Di sana mestinya kau lihat sebuah relief dinding berisi cerita menarik. Kau menyukainya?"

Pemuda itu terpaku, ia tak sempat menyaksikan benda yang dimaksud. "Kalau begitu. Kau harus melihatnya lagi. Cobalah menikmati pemandangan di puri ini." Kali ini si pemuda benar-benar menikmati semua yang dilihatnya. Beberapa jam kemudian dia melaporkan banyak hal menarik kepada Sang Petapa. "Baiklah. Tapi apa yang terjadi dengan sendok itu? Mengapa kosong? Kau tumpahkan minyaknya ya?" Sang pemuda kaget, tak bisa menyembunyikan rasa malunya. Dengan bijak Sang Petapa lalu mengelus-elus pundak pemuda tersebut sambil berkata, "Kau masih mau mengetahui rahasia arti kebahagiaan?" "Ya, tentu saja." "Sesungguhnya kau telah menjawabnya sendiri," ujar Sang Petapa. "Kebahagiaan adalah kemampuan untuk menikmati dan menghargai segala keindahan yang kamu temui di dunia tanpa melupakan sesuatu yang paling dekat denganmu."